ALUTSISTA ARDAVA BERITA HANKAM CAKRA 401 SUBMARINE DEFENSE STUDIES INDO-DEFENSE INDONESIA DEFENSE INDONESIA TEKNOLOGI RINDAM V BRAWIJAYA THE INDO MILITER
Formil MIK Formil Kaskus Formil Detik.COM
PT.DI LAPAN LEN NUKLIR PAL PINDAD RADAR RANPUR ROKET RUDAL SATELIT SENJATA TANK/MBT UAV
TNI AD TNI AL TNI AU
HELIKOPTER KAPAL ANGKUT KAPAL INDUK KAPAL LATIH KAPAL PATROLI KAPAL PERANG KAPAL PERUSAK KAPAL SELAM PESAWAT TEMPUR PESAWAT ANGKUT PESAWAT BOMBER PESAWAT LATIH PESAWAT PATROLI PESAWAT TANKER
KOPASSUS PASUKAN PERDAMAIAN PERBATASAN
  • PERTAHANAN
  • POLRI POLISI MILITER
  • PBB
  • NATO BIN DMC TERORIS
    AMERIKA LATIN AMERIKA UTARA BRASIL USA VENEZUELA
    AFGANISTAN ETHIOPIA IRAN ISRAEL KAZAKHTAN KYRGYZTAN LEBANON LIBYA MESIR OMAN PALESTINA TIMUR TENGAH YAMAN
    ASEAN AUSTRALIA Bangladesh BRUNAI CHINA INDIA INDONESIA JEPANG KAMBOJA KORSEL KORUT
    MALAYSIA Selandia Baru PAKISTAN PAPUA NUGINI Filipina SINGAPURA SRI LANGKA TAIWAN TIMOR LESTE
    BELANDA BULGARIA INGGRIS ITALIA JERMAN ROMANIA RUSIA UKRAINA
    MIK News empty empty R.1 empty R.2 empty R.3 empty R.4

    ATTENTION


    PERHATIAN

    "Bagi Sobat Readers ingin mempublikasikan kembali tulisan ini di website atau blog Sobat Readers, mohon cantumkan link aktif artikel yang bersangkutan termasuk semua link yang ada di dalam artikel tersebut Atau Silahkan Hubungi Admin Melalui Chat Box/Shout Box/E-mail yang tertera di bawah .

    ADMIN
    steven_andrianus_xxx@yahoo.co.id

    Kategori »

    INDONESIA (4794) TNI (1147) ALUTSISTA (984) TNI AL (721) TNI AU (694) Pesawat Tempur (684) USA (597) Industri Pertahanan (564) PERBATASAN (447) KOREA (400) Kerja Sama (400) RUSIA (382) Teknologi (315) TNI AD (306) Kapal Perang (281) Pesawat Angkut (276) Anggaran (249) PERTAHANAN (235) CHINA (232) MALAYSIA (225) Tank (218) DI (210) Kapal Selam (201) Rudal (165) Helikopter (159) Pindad (145) KORUT (140) ASEAN (127) POLRI (126) Kapal Angkut (119) DMC (114) AUSTRALIA (107) PAL (106) Kapal Patroli (99) EROPA (98) Senjata (94) Pesawat Latih (93) TIMTENG (93) UAV (87) Nuklir (84) Pasukan Perdamaian (84) Teroris (83) ISRAEL (81) Radar (75) Kopassus (74) SINGAPORE (74) INDIA (72) IRAN (71) Ranpur (70) Africa (69) Roket (67) JAPAN (60) INGGRIS (59) LAPAN (59) PBB (59) jerman (57) Pesawat Patroli (56) LEBANON (55) Satelit (54) kapal latih (47) PRANCIS (45) BELANDA (41) THAILAND (36) BRAZIL (35) Philippines (35) TAIWAN (35) TIMOR TIMUR (31) VIETNAM (29) Inteligen (27) NATO (25) BRUNEI (24) Korvet (22) LIBYA (22) PAKISTAN (22) PALESTINA (21) Amerika Latin (16) KAPAL INDUK (16) English News (15) PAPUA NUGINI (15) BIN (14) ITALIA (14) VENEZUELA (14) KAMBOJA (13) ASIA (12) AFGANISTAN (11) POLANDIA (11) PT. LEN (9) Pesawat Bomber (9) Frigates (8) UKRAINE (7) Amerika Utara (6) Kapal Perusak (6) Berita Foto (5) Georgia (5) UEA (5) YAMAN (5) EGIPT (4) New Zealand (4) Pesawat Tanker (4) SRI LANKA (4) BANGLADESH (3) BULGARIA (3) YUNANI (3) HAITI (2) KAZAKHTAN (2) Polisi Militer (2) ROMANIA (2) \ (1)

    Total Pageviews

    Berita Terpopuler

    Powered by Blogger.

    Saturday, August 13, 2011 | 9:19 AM | 0 Comments

    KSAU : Militer Modern Tidak Batasi Gender

    Jakarta - Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI Imam Sufaat menyatakan, militer Indonesia yang modern tidak membatasi prestasi dan penghargaan berdasarkan gender pria dan Wanita Udara (Wara). Itu artinya, kaum perempuan layak mendapat porsi sama dalam tanggungjawab serta penugasan militer.

    "Dari pengalaman masa lalu dan kondisi faktual saat ini, maka isu gender bukan merupakan alasan untuk menempatkan perempuan pada kelas yang berbeda," ujar KSAU, dalam sambutannya pada upacara HUT ke-48 Wara di Jakarta, Jumat (12/8).

    Imam merefleksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sejarah membuktikan, tidak sedikit perempuan Indonesia menyandang gelar pahlawan.

    Kepahlawanan tersebut merupakan implementasi fondasi yang kuat, sekaligus inspirasi bagi pengabdian wanita Indonesia sampai sekarang. "Pemikiran inilah yang menjadi dasar untuk merekrut wanita Indonesia masuk dalam penugasan bidang militer," jelas KSAU.

    Dia menjelaskan, TNI Angkatan Udara merekrut prajurit wanita mulai tahun 1963. Sejak saat itu, Wara tumbuh berkembang mengedepankan jati diri sebagai srikandi TNI AU berjiwa Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.

    "Dalam kurun waktu 48 tahun pengabdiannya, Wara telah mengukir prestasi diberbagai bidang penugasan, baik di dalam maupun di luar negeri," ujar dia.

    Bahkan beberapa tahun terakhir, dinyatakan KSAU, Wara dilibatkan dalam kontingen pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) PBB di beberapa daerah konflik. "Ini membanggakan sekaligus menepis anggapan ketidakmampuan perempuan dalam melaksanakan tugas-tugas operasi," jelas Imam.

    Kualitas Pengabdian


    Imam yakin Wara memiliki kemampuan yang sama dengan prajurit pria. Untuk itu, Wara punya semangat perubahan agar menjadi lebih baik. "Dilandasi semangat perubahan untuk menjadi lebih baik, Wara bertekad meningkatkan kualitas pengabdian dan profesionalisme menuju The First Class Air Force," ujar KSAU mengutip tema HUT ke-48 Wara.

    Dia mengatakan, tema ini merupakan cita-cita dan semangat pengabdian prajurit Wara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu, TNI AU intensif mendorong dan mendukung perwujudan dan komitmen pengabdian itu.

    "Wara merupakan bagian integral dari kekuatan yang dimiliki TNI AU sehingga Wara harus dapat menjalankan profesinya dengan profesional dan elegan agar dapat menjalankan tugas dengan maksimal sebagaimana prajurit pria lainnya. Sikap mental tersebut harus menjadi karakter WARA sebagai perwujudan dari upaya peningkatan kualitas prajurit Wara itu sendiri," ujar dia.

    Sementara itu, Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau), Kolonel (navigasi) Azman Yunus kepada Suara Karya menyatakan, TNI AU berupaya mendorong kesederajatan prestasi bagi prajurit TNI AU pria dan wanita. "Wara sudah ada yang menjadi pilot pesawat angkut dan penerbang helikopter. Sekarang ini juga ada Wara yang menjabat sebagai Kepala Dinas di TNI AU, ujar dia.

    Namun demikian, ia mengakui, bahwa belum ada Wara yang menjadi penerbang tempur. "Penerbang tempur belum ada. Namun, dari beberapa bidang teknis, Polisi Militer, navigasi dan lain lain, Wara sudah mulai menunjukan eksistensinya," ujar dia.

    Sementara itu, untuk perekrutan wanita masuk Akademi Angkatan Udara, Kadispenau mengakui, kriteria tersebut menjadi kewenangan Mabes TNI.

    Sumber : Suara Karya
    Readmore --> KSAU : Militer Modern Tidak Batasi Gender

    Sultan HB X : Indonesia Harus Perkuat Alutsista AL dan AU

    Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, menegaskan, bila Indonesia ingin menjadi negara maritim yang besar dan disegani di kawasan Asia Tenggara, maka salah satu syaratnya harus memperkuat alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU).

    Pernyataan itu dikemukakan Sri Sultan ketika menjadi pembicara utama (keynote speaker) pada sarasehan “Menuju Negara Maritim” di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, baru-baru ini.

    Menurut Sri Sultan, jika Indonesia menjadi negara maritim yang kuat dan terbesar di Asia Tenggara, maka tidak akan ada negara-negara di sekitar, yang berani mengganggu kedaulatan wilayah. “Tidak akan ada negara kecil yang berani ‘bermain-main’ di negara kita ini,” ujarnya.

    Ditegaskan oleh Sri Sultan, untuk menjadi negara maritim yang besar dan sejati juga diperlukan pengaturan keamanan terbaik di dunia. Pengaturan itu berada dalam payung kebijakan kelautan sebagai basis strategi pembangunan nasional. “Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yakni dengan tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia serta empat dari sembilan check point internasional, maka kita harus memiliki pengaturan keamanan maritim yang kuat bila ingin menjadi negara maritim sejati,” tambahnya.

    Sri Sultan juga mengingatkan perlu segera dilakukan langkah mengubah visi NKRI yang berbasis kontinental, menjadi berbasis maritim. Perubahan visi itu akan menghadirkan kembali arus balik peradaban kejayaan kerajaan-kerajaan pesisir di masa lalu dan meraihnya kembali.

    “Ketika laut menjadi incaran banyak orang, dan dunia percaya bahwa masa depan umat manusia itu berada di laut, kenapa kita justru masih tetap berpaling ke darat, dan memposisikan laut di halaman belakang,” tandas Sri Sultan.

    Sumber : Tubas Media
    Readmore --> Sultan HB X : Indonesia Harus Perkuat Alutsista AL dan AU

    Menhan : Kemhan Akan Galakan Semangat Bela Negara

    Jakarta - Kementerian Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro mengatakan, Kementerian Pertahanan melalui Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan yang secara khusus membangkitkan semangat bela negara dan cinta Tanah Air. Upaya menggalakkan semangat bela negara sesungguhnya menjadi tugas rutin dari Kementerian Pertahanan.

    Hal tersebut dikatakan Menhan Purnomo Yusgiantoro di Istana Presiden, Jumat (12/8) seusai menghadiri penganugerahan bintang tanda kehormatan kepada 30 orang tokoh oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

    Menhan menjelaskan itu saat ditanya bagaimana harapan dan pesan peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI bagi Kementerian Pertahanan.

    Menurutnya, Kemhan selama ini proaktif mengajak seluruh komponen bangsa terutama generasi muda untuk selalu mencintai bangsa dan negara ini.

    Sumber : JURNAS
    Readmore --> Menhan : Kemhan Akan Galakan Semangat Bela Negara

    Update : Menhan Optimis Pengadaan Alutsista Akan Menggunakan Cadangan Devisa Negara

    Jakarta - Kementerian Pertahanan mentargetkan penggantian dana pinjaman luar negeri agar bisa dipenuhi dari dalam negeri. Proses itu saat ini sedang dalam pembicaraan antara Presiden dengan Kementerian Pertahanan.

    "Kami bicarakan dengan Presiden bagaimana supaya pinjaman ini mengurangi kredit ekspor. Presiden menekankan, pinjaman jangan memakai dana dari luar. Harus memakai uang dari dalam negeri," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Kementerian Pertahanan di Jakarta, Jumat (12/8).

    Jika dilakukan pengurangan kredit ekspor, maka harus dibuka kelonggaran pinjaman dari dalam negeri. Menhan optimis hal itu bisa dilakukan mengingat besarnya cadangan devisa negara saat ini. "Devisa kita sangat besar, mencapai US$122 miliar. Itu cukup bisa untuk tidak usah meminjam dari luar negeri," kata Menhan.

    Kemhan mengalokasi dana US$6,5 miliar untuk pemenuhan minimum essential forces (MEF) alutsista. "Dana itu untuk pembiayaan alutsista selama lima tahun," katanya.

    Sumber : JURNAS
    Readmore --> Update : Menhan Optimis Pengadaan Alutsista Akan Menggunakan Cadangan Devisa Negara

    Friday, August 12, 2011 | 10:45 PM | 0 Comments

    Pesawat Tempur TNI AU Akan Meriahkan HUT Indonesia ke 66 Di atas Istana Merdeka

    Jakarta - Sejumlah pesawat tempur TNI AU disiapkan di Pangkalan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma sejak Jumat (12/8/2011) untuk memeriahkan upacara HUT Ke-66 Kemerdekaan Republik Indonesia.

    Pesawat-pesawat tempur tersebut akan melakukan terbang lintas (fly pass) di atas Istana Negara pada peringatan Proklamasi 17 Agustus mendatang.

    Dalam keterangan pers Lanud Halim PK disebutkan, satu flight (empat unit) F-16 Falcon dari Skadron Udara 3 Lanud Iswahyudi, Madiun, dan satu flight jet tempur Sukhoi dari Skadron Udara 11 Lanud Sultan Hasanudin, Makassar, yang masing-masing di bawah kendali Komandan Skadron 3 Letkol (Pnb) Ian Fuadi dan Komandan Skadron 11 Letkol (Pnb) M. Untung Suropati tiba di Halim PK Jumat siang.

    Total disiapkan delapan pesawat tempur untuk memeriahkan HUT Ke-66 Proklamasi Kemerdekaan RI.

    Kepala Penerangan Lanud Halim PK Mayor (Sus) Gerardus Maliti yang dihubungi mengatakan, para penerbang berlatih untuk menampilkan fly pass di Istana Negara.

    "Ada atraksi akrobatik dari para penerbang tempur kita. Mereka terus berlatih untuk tampil pada peringatan Proklamasi," kata Maliti.

    Adapun pesawat tempur Sukhoi memiliki keistimewaan sebagai satu-satunya jet tempur yang mampu melakukan manuver Kobra. Manuver tersebut meniru gerakan kepala ular kobra yang berdiri tegak, memagut, lalu turun.

    Sumber : KOMPAS
    Readmore --> Pesawat Tempur TNI AU Akan Meriahkan HUT Indonesia ke 66 Di atas Istana Merdeka

    Pemerintah Akan Terus Dorong Industri Pertahanan Untuk Perluas Pasar

    Jakarta - Pemerintah terus mendorong industri alat utama sistem persenjataan (Alutsista) di dalam negeri untuk memperluas pasarnya. Tak hanya untuk pasar di dalam negeri (TNI), ke depannya, industri alat pertahanan ini juga didorong untuk mengembangkan pasar di luar negeri.

    Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar mengatakan pemerintah saat ini tengah memperkuat manajeman dan pengelolaan (governance) industri alutsista yang strategis seperti PT Pindad, PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia (PT DI). "Saya optimis bahwa di dalam hal alutsista, keberpihakan pada produksi dalam negeri luar biasa," ujarnya Kamis malam (11/8).

    Seperti diketahui, selama ini sebagian alat persenjataan yang dimiliki TNI memang diproduksi oleh BUMN alutsista di dalam negeri. Tapi, yang lebih menggembirakan, hasil produksi industri alutsista di tanah air sudah banyak dipesan oleh negara lain.

    Mustafa mencontohkan, Malaysia sudah membeli persenjataan dari Indonesia misalnya SS-2. Beberapa negara ASEAN kini juga tengah negosiasi untuk pemesanan panser bikinan PT Pindad. Misi perdamaian di Libanon juga telah membeli panser 6x6 jenis Anoa. "Yang seperti inilah yang akan kita perluas pasarnya," ujarnya.

    Bahkan, Mustafa mengakui saat ini pesawat jenis CN 235 versi militer lebih laris ketimbang pesawat sejenis untuk sipil (penumpang). Ini menandakan pasar untuk alutsista masih cukup besar.

    Hanya saja, Mustafa bilang Indonesia tidak akan membidik pasar negara yang sedang berkonflik. "Kita produksi ini untuk proses perdamaian, menjaga keseimbangan. Makanya black market diusahakan untuk di-zero kan," katanya.

    Sumber : KONTAN
    Readmore --> Pemerintah Akan Terus Dorong Industri Pertahanan Untuk Perluas Pasar

    Taiwan Pamerkan Rudal Pengahancur Kapal Induk China

    Taipe - Pada hari yang sama dengan uji peluncuran perdana kapal induk pertama milik China, Taiwan secara sengaja juga memamerkan rudal yang mereka klaim sebagai "pembunuh kapal induk". Pameran rudal bernama Hsiung Feng III ini dilakukan di Taipei, Rabu (10/8) waktu setempat.

    Kehadiran rudal sepanjang enam meter penghancur kapal induk ini telah dibahas di beberapa forum online yang khusus membicarakan masalah pertahanan kawasan. Salah satunya adalah Bharat Rakshak, situs konsorsium pertahanan India. Kehadiran Hsiung Feng III dan juga kapal induk Varyag yang semula dibangun Rusia pada tahun 1980, menjadi pembicaraan ramai para analis militer.

    Menarik disimak, pada foto yang dirilis sejumlah forum dan situs berita online digambarkan Hsiung Feng III dengan latar belakang kapal induk mirip Varyag yang sedang terbakar hebat akibat hantaman rudal Taiwan itu tentunya. Sudah menjadi rahasia umum, lomba senjata antara Taiwan dan China terus berlangsung, baik melalui pameran, parade senjata, atau sekadar pernyataan pemerintah kedua negara.

    Akhir-akhir ini militer China secara agresif menunjukkan kekuatannya dan bahkan tidak jarang bersinggungan dengan tentara perbatasan seperti dengan Jepang dan Vietnam.

    Sumber : KOMPAS
    Readmore --> Taiwan Pamerkan Rudal Pengahancur Kapal Induk China

    Komisi I DPR : Jangan Beli Alutsista Dengan Dana Pinjaman

    Jakarta - Anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanudin meminta Kementerian Pertahanan tidak memaksakan diri menggunakan pinjaman luar negeri untuk membeli alat utama sistem persenjataan (alutsista) Tentara Nasional Indonesia. Meskipun dalam rencana anggaran kementerian yang sudah disetujui DPR, ada rencana penambahan sebesar Rp 50 triliun.

    "Rencana membeli alutsista harus benar-benar realistis dan jangan terlalu dipaksakan," katanya melalui pesan pendek, Jumat, 12 Agustus 2011. Sebelumnya, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan akan menggunakan pinjaman luar negeri sebesar US$6,5 miliar atau setara Rp 50 triliun untuk pembelian alutsista.

    Hasanudin mengatakan, dalam rencana anggaran kementerian periode 2010-2014, memang disepakati penambahan untuk Kementerian Pertahanan sebesar Rp 50 triliun. Penambahan anggaran dilakukan bertahap mulai 2011 sebesar Rp 11 triliun, lalu berturut-turut Rp 12 triliun (2012), Rp 13 triliun (2013) dan Rp 14 triliun (2014).

    Namun kenyataannya, untuk merealisasikan penambahan anggaran itu tak mudah. Sebagai contoh tahun ini, dari penambahan sebesar Rp 11 triliun yang diproyeksikan, hanya terealisasi sebesar Rp 4,485 triliun yang diperoleh dari APBN-Perubahan. "Tidak terpenuhinya anggaran itu karena uangnya memang tak ada," katanya.

    Dengan keuangan pemerintah yang terbatas seperti tahun ini, pemerintah, kata Tubagus, diharapkan lebih jeli dalam memilih alutsista sesuai prioritas. Hasanudin menyarankan pemerintah sebaiknya fokus membeli alutsista untuk pengamanan perbatasan, patroli laut dan patroli udara di daerah-daerah yang dikategorikan rawan.

    Sumber : TEMPO
    Readmore --> Komisi I DPR : Jangan Beli Alutsista Dengan Dana Pinjaman

    Anggaran Revitalisasi Pengadaan Alutsista Mencapai US$6,5 miliar

    Jakarta - Pemerintah menganggarkan dana mencapai US$6,5 miliar untuk program revitalisasi alutsista (alat utama sistem senjata) dalam kurun waktu lima tahun 2010-2014. Dana itu bersumber dari pendanaan yang diambil dari APBN dan pinjaman luar negeri.

    Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan, saat inipemerintah tengah berusaha meningkatkan kemampuan pendanaan dalam negeri ketimbang pinjaman luar negeri dalam pendanaan revitalisasi alutsista tersebut. "Tadi ada laporan dari menteri keuangan seberapa besar dukungan dari mereka terutama dalam hal nanti merevitalisasi industri pertahanan kita," katanya.

    Sebelumnya, kemampuan pendanaan dalam negeri sebesar Rp 4 triliun dari total anggaran revitalisasi yang dibutuhkan. Rupanya, setelah dihitung, ada kemungkinan dapat ditingkatkan mencapai Rp 25 triliun sampai Rp 30 triliun.

    "Tapi kelihatan bisa ditingkatkan karena dari sindikasi perbankan nasional BRI, Mandiri mungkin mampu lebih tinggi lagi bisa Rp 25 sampai Rp 30 triliun karena kondisi keuangan cukup baik," katanya.

    Purnomo menegaskan, kalau ini dapat tercapai, maka setidaknya anggaran revitalisasi alutsista dapat separuhnya ditutup dari pendanaan dalam negeri. Ketimbang harus melakukan pinjaman luar negeri.

    Sebagai langkah awalnya, kini Kemenhan tengah mencocokkan kebutuhan atau shopping list dari belanja anggaran tersebut. Nantinya, anggaran ini untuk memperbaiki dan memperbaharui alutsista. Serta mengembangkan industri pertanahan. "Konsep kita dahulu yakni Angkatan Laut modern, Angkatan Udara modern , dan Angkatan Darat stabilisasi. Tapi sekarang semua modernisasi," tegasnya.

    Sumber : KONTAN
    Readmore --> Anggaran Revitalisasi Pengadaan Alutsista Mencapai US$6,5 miliar

    Produk Buatan Pindad Hanya untuk Tujuan Damai

    Jakarta - Produk alat utama sistem persenjataan atau alutsista yang diproduksi PT Pindad hanya boleh diperjualbelikan untuk tujuan damai. Dengan demikian, permintaan senjata dari daerah konflik tidak boleh dilayani.

    "Kami hanya memproduksi ini untuk proses perdamaian dan menjaga keseimbangan. Black market (pasar gelap senjata) diusahakan untuk ditiadakan," ujar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar di Jakarta, Kamis (11/8/2011).

    Sebelumnya, Pindad mengaku kesulitan menjual produk buatannya pada pemakai terbesar di dalam negeri, yakni Tentara Nasional Indonesia (TNI). Untuk beberapa jenis senjata, TNI memilih impor daripada membelinya dari dalam negeri, PT Pindad.

    Di sisi lain, Pindad tidak bisa dengan bebas mengekspor produknya ke pasar internasional karena butuh izin pemerintah. Sebagai contoh, bom tajam BT-250 yang sudah ditawarkan ke TNI sejak 10 tahun lalu, belum juga diambil sampai sekarang.

    Menurut Mustafa, masalah ini sudah dibawa ke rapat kabinet yang langsung dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Kamis siang tadi. Atas dasar itu, Mustafa optimistis bahwa alutsista akan disediakan dengan memperhitungkan keberpihakan pada produksi dalam negeri.

    "Oleh karenanya, industri strategis ini sedang kami perkuat penatakelolaannya dan manajemennya untuk mengimbangi kesempatan yang diberikan bagi produksi alutsista dari dalam negeri. Ini berlaku juga untuk industri strategis lain, yakni Pindad, Dirgantara Indonesia, dan PT PAL," katanya.

    Atas dasar itu, Indonesia tetap bisa mengekspor senjata genggam jenis SS-2 dan panser ke Malaysia. Untuk panser juga sedang dirundingkan dengan 1-2 negara ASEAN yang lain. Ini termasuk juga panser 6x6 untuk misi perdamaian di Lebanon.

    "Yang seperti ini yang akan kami perluas pasarnya. Seperti pesawat CN 235 versi militer sekarang lebih laris dibandingkan versi sipil untuk penumpang," ujar Mustafa.

    Sumber : KOMPAS
    Readmore --> Produk Buatan Pindad Hanya untuk Tujuan Damai

    BAE System Akan Membangun Perusahaan Di Indonesia Untuk Support Hawk Mk 109/209 TNI AU

    Jakarta (WDN/MIK) - BAE System sedang mempertimbangkan rencana untuk mendirikan perusahaan perwakilannnya di Indonesia untuk menyediakan layanan pendukung untuk armada pesawat latih dan tempur Hawk Mk 109/209 yang telah digunakan TNI AU.

    TNI AU menerima penyerahan 32 pesawat tempur multiperan ringan Hawk Mk 209 dan 8 unit Hawk Mk 109 sejak 1996. Pesawat tersebut telah ditempatkan TNI AU di ujung barat pulau sumatera dan di Kalimantan tengah.

    Wakil presiden dari BAE System untuk Malaysia dan Indonesia, Mark Burgess, mengatakan pendirian perusahaan perwakilan di Indonesia untuk mempekuat posisi Hawk hal ini sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan dukungan perangkat dari BAE System di kawasan Asia Tenggara. Dia juga menjelaskan bahwa secara tidak langsung untuk mengejar penjualan alutsista di Indonesia.

    "BAE System telah memiliki kantor perwakilan di Indonesia sejak beberapa tahun lalu dan terus bekerjasama dengan TNI AU untuk mendukung armadanya," kata Burgess.

    "Selain itu, perusahaan ini nantinya akan bekerja sama dengan TNI AU dalam mendukung logistik pesawat Hawk, termasuk memberikan kesempatan mengandeng perusahaan Indonesia".

    Sumber : Janes/MIK/WDN
    Readmore --> BAE System Akan Membangun Perusahaan Di Indonesia Untuk Support Hawk Mk 109/209 TNI AU

    Thursday, August 11, 2011 | 9:01 AM | 0 Comments

    Mantan Panglima Kohanudnas Djoko Poerwoko Meninggal Dunia

    Jakarta - Mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) Marsekal Muda (Purn) F Djoko Poerwoko Meninggal dunia di Rumah Sakit di Brasil, Selasa (9/8) pukul 22.30 waktu setempat. Penyebab kematian pria kelahiran Klaten, 9 September 1950, ini akibat serangan jantung. Alamat rumah duka di Pejaten Barat Town House Nomor 20-A, Jakarta Selatan.

    Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau), Kolonel (Navigasi) Azman Yunus dalam siaran pers yang diterima Suara Karya di Jakarta, Rabu (10/8) menjelaskan, keberadaan Djoko Poerwoko di Brazil dalam misi kunjungan ke pabrik pesawat Super Tucano. "Keberadaan almarhum atas undangan pihak Embraer," ujar Azman. Alamat rumah duka di Pejaten Barat Town House no:20A Jakarta Selatan.

    Putra kelahiran Klaten 9 September 1950 ini, mengawali karier TNI Angkatan Udara, dengan pangkat Letnan Dua setelah lulus dari Akabri Udara tahun 1973. Selanjutnya, almarhum mengikuti Sekolah Penerbang lulus tahun 1975, Sekolah Instruktur Penerbang (1981),Sekkau (1982), Adv Operational Combat A-4 (1984), Sus Inst Aeral Refueling A-4 (1984), Sus Instruktur Simulator A-4 (1985), Seskoau (1989), Overseas Joint Warfare/RAAF (1994), Sesko ABRI (1995) dan Lemhamnas/KRA (1999).

    Karier dalam Jabatan selama aktif di TNI AU, diantaranya menjabat Kadis Ops Lanud Hasanuddin, Kasubdit Hanud Ditops Koopsau II, Komandan Lanud Eltari, Wadan Lanud Pekanbaru, Kasubditlat Ditopslatau, Paban III/Latsopsau, Komandan Lanud Iswahyudi, Kas Kohanudnas, Perwira Sahli Tingkat III Bidang Sosek Panglima TNI, Pangkohanudnas, dan pensiun dari TNI AU tanggal 30 September 2006.

    Tanda Kehormatan yang diterima almarhum, diantaranya Bintang Yudha Darma Nararya, Bintang Swa Bhuana Paksa Pratama, Bintang Swa Bhuana Paksa Nararya, Satyalancana Kesetiaan VIII Tahun, Satyalancana Kesetiaan XVI Tahun, Satyalancana Kesetiaan XXIV Tahun, Satyalancana Seroja, dan Satyalancana Dwidya Sistha.

    Pascapurnawirawan TNI AU, Djoko Poerwoko aktif sebagai Redaktur Senior di Majalah Kedirgantaraan Angkasa.

    Sumber : SUARA KARYA
    Readmore --> Mantan Panglima Kohanudnas Djoko Poerwoko Meninggal Dunia

    Kerjasama Pertahanan Indonesia Dan Israel Dalam Operasi ALPHA

    Jakarta - Mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) Marsda Djoko Poerwoko wafat di Brazil tanggal 9 Agustus 2011 pukul 22.30 waktu setempat. Keberadaan Djoko di Brazil untuk melakukan kunjungan ke Pabrik Super Tucano atas undangan pihak Embraer. Djoko terkena serangan jantung. Saat ini pihak keluarga masih menunggu kepulangan jenazah Djoko.

    Djoko merupakan salah satu penerbang tempur handal TNI AU. Berbagai jabatan pernah diembannya. Dia pensiun pada 30 September 2006. Demikian keterangan pers dari Dispen TNI AU, Rabu (10/8/2011).

    Banyak pengalaman penerbang tempur yang satu ini. Salah satunya adalah mengikuti operasi Alpha. Inilah operasi rahasia antara TNI dan Militer Israel untuk membeli 32 pesawat tempur A-4 Skyhawk, melatih pilot Indonesia di Israel dan menyamarkan pesawat tempur itu agar bisa dibawa pulang.

    "Saat itu kebutuhan TNI AU untuk memperbaharui armada tempurnya. Pembelian ke Israel itu tentunya masalah sensitif. Proses pembeliannya diatur oleh petinggi ABRI saat itu Pak Benny Moerdani, sedangkan Pak Djoko Poerwoko adalah salah satu pilot yang dilatih di sana," ujar pengamat militer Mufti Makarim kepada detikcom, Rabu (10/8/2011).

    Operasi ini digelar secara rahasia pada tahun 1980. Hingga kini, TNI tidak pernah mengakuinya. Saat itu TNI AU kekurangan pesawat tempur. Pesawat seperti F-86 dan T-33 sudah tua dan tidak bisa beroperasi maksimal. Amerika Serikat bisa memberikan 16 pesawat F-5 E/F Tiger II, tetapi hal itu dianggap belum cukup. Apalagi saat itu Indonesia harus menghadapi operasi militer lanjutan di Timor Timur.

    Pihak intelijen mendapat informasi, Israel akan menjual 32 pesawat A-4 Skyhawk. Masalahnya tentu tidak sesederhana itu. Selain tidak ada hubungan diplomatik, pembelian pesawat tempur ke Israel juga akan menuai protes keras dari masyarakat. Tapi pihak ABRI memutuskan operasi terus berlanjut.

    Setelah mengirimkan teknisi, 10 Pilot TNI AU diberangkatkan ke Israel. Bahkan 10 pilot itu tidak tahu mereka akan diberangkatkan ke mana. Dalam buku autobiografinya, Menari di Angkasa, Djoko Poerwoko menceritakan pengalamannya.

    "Awalnya hanya mengetahui bahwa para penerbang akan belajar terbang disana. Informasi lain-lain masih sangat kabur," tulis Djoko.

    10 Pilot tersebut berangkat dengan pesawat Garuda Indonesia dari Halim Perdana Kusuma ke Singapura. Setelah mendarat, di Singapura mereka dijemput oleh beberapa petugas intel ABRI. Mereka mulai sadar tidak akan diterbangkan ke AS, tetapi ke Israel. Sebuah negara yang sangat dibenci oleh masyarakat Indonesia.

    Mayjen Benny Moerdani yang saat itu menjadi Kepala Badan Intelijen ABRI memberikan briefing. Ini misi rahasia. Jika misi gagal, pemerintah Indonesia tidak akan mengakui kewarganegaraan mereka. Benny juga memberikan pilihan jika ada yang ragu silakan kembali. Operasi ini dianggap berhasil jika pesawat tempur A-4 Skyhawk yang diberi kode 'merpati' sudah masuk ke Indonesia.

    Berbagai pikiran berkecamuk di benak para pilot tersebut. Kaget dan bingung tentu saja. Tapi tidak ada yang mundur. Mereka pun diberi identitas palsu dan akhirnya siap diberangkatkan.

    Sumber : DETIK

    Lanjutan

    "Saat itu Benny Moerdani yang mengatur operasi Alpha. Tentu zamannya berbeda. Kalau dulu dengan kekuasaan tak terbatas yang dimiliki, ABRI bisa melakukan upaya semacam itu. Kalau sekarang tentu tidak bisa, karena menggunakan dana APBN, harus ada pertanggungjawabannya. Lagipula operasi semacam ini tentu melanggar prinsip keterbukaan. Belum lagi kerjasama dengan Israel, kalau dilakukan kini tentu Ormas-ormas Islam akan sangat keras menentang," ujar pengamat militer Aris Santoso kepada detikcom, Rabu (10/8/2011).

    Operasi Alpha digelar 31 tahun lalu. Misi khusus untuk membeli 32 pesawat tempur A-4 Skyhawk, melatih pilot TNI AU di Israel, dan membawa pulang pesawat ke Indonesia berlanjut. Dari Singapura, 10 Pilot TNI AU diterbangkan ke Frankfurt dengan menggunakan Boeing 747 Lufthansa. Mereka tidak boleh bertegur sapa, duduk saling terpisah, namun masih dalam batas jarak pandang.

    Begitu mendarat di Bandara Frankfurt, Mereka berganti pesawat lagi untuk menuju Bandara Ben Gurion di Tel Aviv, Israel. Semuanya bingung dan jetlag. Begitu sampai di Tel Aviv, mereka ditangkap dan digiring petugas keamanan bandara. Semuanya hanya pasrah, oleh karena memang tidak tahu skenario apalagi yang harus dijalankan, yang ada hanya menunggu dengan hati berdebar.

    Setelah memasuki ruang bawah tanah, dan melihat ada beberapa perwira intelijen ABRI, baru para pilot merasa tenang. Ternyata penangkapan hanya skenario saja agar mereka bisa keluar bandara dengan cepat tanpa diketahui.

    Mereka langsung menerima brifing singkat mengenai berbagai hal yang harus diperhatikan selama berada di Israel. Segala sesuatu yang yang terkait dengan Indonesia di-sweeping. Para pilot ini juga diajari sedikit bahasa Ibrani. Mereka diperintahkan mengaku pilot dari Singapura.

    Mereka dibawa ke Pangkalan Udara di Kota Eliat. Pangkalan itu rahasia. Tidak ada nama resminya. Atas kesepakatan, selama latihan Pangkalan Udara itu dinamai 'Arizona'. Karena resminya memang para penerbang itu akan dikirim ke Arizona. Di sana mereka berlatih dengan pesawat A-4 Skyhawk. Melakukan berbagai manuver, mengoperasikan pesawat tempur sebagai mesin perang, hingga menembus hingga perbatasan Suriah.

    Setelah sekitar 4 bulan, Latihan terbang berakhir tanggal 20 Mei 1980. Para perwira lulus dan berhak mendapatkan ijazah dan brevet penerbang tempur. Namun para perwira intelijen ABRI yang hadir justru membakarnya di depan para pilot itu. Tentu saja untuk menghilangkan bukti bahwa pernah ada kerjasama militer RI dan Israel.

    Para penerbang itu kemudian dibawa ke Amerika Serikat. Sekedar untuk berfoto-foto. Di manapun ada tulisan AS mereka disuruh berfoto. Ini untuk mengecoh, seolah-olah bahwa mereka memang dikirim ke AS, bukan ke Israel. Kepada para komandan di kesatuan pun, para pilot ini harus mengaku telah dilatih di AS, bukan Israel.

    Kemudian Tanggal 4 Mei 1980, paket A-4 Skyhawk gelombang pertama, terdiri dua pesawat single seater dan dua double seater tiba di Tanjung Priok. Pesawat-pesawat tersebut diangkut dengan kapal laut langsung dari Israel, dibalut memakai plastik pembungkus, berlabel F-5. Saat itu Indonesia juga memang memesan pesawat F-5 Tiger dari AS. Jadi seolah-olah pesawat yang diangkut kapal laut itu adalah juga pesawat F-5. Secara bergelombang, pesawat-pesawat A-4 Skyhawk terus berdatangan.

    Operasi Alpha accomplished!

    Sumber : DETIK
    Readmore --> Kerjasama Pertahanan Indonesia Dan Israel Dalam Operasi ALPHA

    Wednesday, August 10, 2011 | 9:21 PM | 0 Comments

    Korut Kirim Tim Pembunuh Menhan Korsel

    Seoul - Korea Utara mengirim agen-agen rahasia ke Korea Selatan untuk membunuh menteri pertahanan yang berikrar akan memberikan tindakan keras terhadap serangan dari negara komunis itu.

    Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan, pihaknya tidak dapat mengonfirmasikan berita-berita itu. Tapi, keamanan untuk Kim Kwan-Jin tidak ditingkatkan.

    Negara komunis itu sebelumnya mengirim agen-agen rahasia untuk membunuh para pembelot yang mempunyai kedudukan penting yang menetap di ibu kota Korsel, Seoul.

    Namun, tidak ada laporan dalam beberapa tahun belakangan ini bahwa para pejabat Seoul jadi sasaran pembunuhan.

    Surat kabar JoongAng Ilbo, Rabu (10/8), memberitakan intelijen Amerika Serikat dan Korea Selatan mendapat petunjuk bahwa satu tim dikirim untuk membunuh menteri pertahanan itu. Intelijen sedang berusaha mengejar dan menangkap tim tersebut.

    Sumber : MEDIA INDONESIA
    Readmore --> Korut Kirim Tim Pembunuh Menhan Korsel

    Penjualan Alutsista Ke Taiwan Tidak Mempengaruhi Hubungan AS Dan China

    Jakarta - Deputi Menteri Pertahanan Taiwan Andrew Yang menyatakan, jika Amerika Serikat ingin menghindari konflik di selat Taiwan, hanya dengan cara menjual pesawat tempur F-16C/D dan senjata canggih lainnya ke Taiwan.

    Pasalnya, jika Taiwan kehilangan kemampuan pertahanan diri , tentunya hal ini akan berdampak pada perdamaian dan stabilitas di Asia Pasifik.

    Andrew Yang juga menekankan, apabila China menggunakan cara kekuatan militer dan politiknya untuk menguasai Taiwan, kekuatan militer China akan langsung memasuki Timur Laut China dan Laut China Selatan, hal ini akan melukai kepentingan AS di Asia Pasifik .

    "Apabila AS memutuskan menjual senjata tersebut, pasti akan menimbulkan reaksi marah dari China, karena dalam 30 tahun terakhir ini, penjualan senjata AS ke Taiwan dianggap melanggar urusan dalam negeri China."

    Tetapi pihaknya percaya penjualan senjata tersebut tidak akan berpengaruh besar terhadap hubungan AS dan China. Kedua pihak akan tetap mempertimbangkan kepentingan bersama.

    Sumber : MEDIA INDONESIA
    Readmore --> Penjualan Alutsista Ke Taiwan Tidak Mempengaruhi Hubungan AS Dan China

    Indonesia Perlu Melakukan Strategi Budaya Bangun Negara Maritim

    Jakarta - Upaya membangun Indonesia sebagai negara maritim maju, mandiri, dan bermartabat memerlukan strategi budaya yang diilhami semangat bahari, kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.

    "Strategi budaya itu merupakan pemicu transformasi jangka panjang menuju budaya Indonesia yang lebih berorientasi pada kebahariaan bagi generasi muda," katanya di Sekolah Pascsarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu (10/8).

    Dalam Sarasehan Menuju Negara Maritim, Sri Sultan juga mengatakan strategi itu untuk
    menyiapkan generasi muda yang berkeyakinan diri, sanggup mengambil tanggung jawab masa depan, dan memiliki wawasan kebaharian yang mendalam dan didukung keterampilan bahari yang andal.

    "Untuk menjadi negara maritim sejati, Indonesia juga perlu memiliki pengaturan keamanan maritim terbaik di dunia, yakni yang berada dalam payung kebijakan kelautan sebagai basis strategi pembangunan nasional," ujarnya.

    Ia mengatakan, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan empat dari sembilan choke point international, Indonesia harus memiliki pengaturan keamanan maritim yang kuat untuk bisa menjadi negara maritim sejati. "Untuk menjadi negara maritim, salah satu prasyaratnya adalah dengan memperkuat alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI AL dan TNI AU agar menjadi kekuatan laut terbesar di Asia Tenggara," kata Sri Sultan.

    Sumber : MEDIA INDONESIA
    Readmore --> Indonesia Perlu Melakukan Strategi Budaya Bangun Negara Maritim

    China Akan Ujicoba Kapal Induknya Untuk Kedua Kalinya

    Beijing - Cina akan melakukan uji coba kedua terhadap kapal induk pertamanya pekan ini.

    Angkatan Laut Cina mulai melakukan uji coba terhadap kapal induk pertamanya.

    Kantor Berita Xinhua yang mengutip sejumlah sumber militer di negera itu menyebutkan bahwa kapal bekas Soviet itu terlihat meninggalkan galangan di timur laut Provinsi Liaoning dan melakukan uji coba yang tidak lama.

    Langkah Cina ini menunjukan upaya serius negara itu dalam membangun kekuatan militernya.

    Beijing saat ini memang tengah dihadapkan pada sejumlah sengketa dengan negara lain di wilayah perairannya.

    Salah satu yang cukup mendapat perhatian mereka adalah persoalan sengketa di Laut Cina Selatan.

    Kapal induk tersebut terlihat meninggalkan galangan kapal di Pelabuhan Dalian yang terletak di wilayah timur laut Provinsi Liaoning pada hari Rabu pagi.

    Uji terjadwal
    "Sumber di lingkungan militer mengatakan bahwa uji coba di laut ini merupakan rangkaian dari jadwal proyek kelengkapan kapal induk tersebut," kata kantor berita Xinhua dalam laporannya.

    "Setelah kembali dari uji coba di laut, kapal induk itu akan kembali melanjutkan uji cobanya besok."

    Xinhua dalam laporannya tidak melaporkan lebih detil tentang uji coba tersebut.

    Kapal induk milik Cina ini merupakan kapal bekas dari Soviet yang dulu bernama Varyag.

    Bentuk kapal itu sendiri terlihat kuno dan tidak dibangun lagi oleh Cina.

    Kapal itu diproduksi pada tahun 1980 untuk kebutuhan angkatan laut Uni Soviet, namun pembangunannya tidak pernah selesai.

    Ketika Soviet pecah, kapal itu tersimpan di salah satu dermaga di Ukraina.

    Informasi tertutup
    Kapal tersebut belakangan dibawa ke Cina oleh sebuah perusahaan yang mempunyai kaitan dengan Tentara Pembebasan Cina (PLA) dan awalnya disebut akan digunakan sebagai kasino apung di Makau.

    Namun pada Juni lalu PLA membenarkan bahwa mereka tengah membangun sebuah kapal induk untuk keperluan angkatan laut Cina.

    Untuk meredam suasana di kawasan itu, Beijing berusaha untuk mengecilkan peran kapal tersebut dengan mengatakan bahwa kapal yang mereka punyai itu hanya untuk keperluan latihan dan penelitian.

    Meski demikian langkah Cina mengundang kekhawatiran sejumlah negara tetanggannya.

    Dalam kajian pertahanannya yang dikeluarkan akhir pekan lalu, Jepang menyatakan keprihatinannya terhadap apa yang mereka sebut sebagai kegagalan Cina dalam menjelaskan ambisi militernya.

    Tahun lalu Cina memang terlibat perselisihan dengan Jepang, Vietnam dan juga Filipina di sejumlah wilayah perbatasan perairan mereka.

    Sumber : DETIK
    Readmore --> China Akan Ujicoba Kapal Induknya Untuk Kedua Kalinya

    Dua Pesawat Sukhoi Kawal Pesawat Wapres

    Makassar - Dua dari empat pesawat Sukhoi yang dibeli dari Rusia tahun 2003, yakni Sukhoi-27 dan Sukhoi-30 mengawal pesawat kepresidenan yang mengangkut Wakil Presiden Boediono dari Bandara Udara Sultan Hasanuddin Makassar, Rabu (10/8).

    Pesawat yang disiagakan di Skadron Udara 11 Lanud Hasanuddin tersebut mengawal sekitar 10 menit pesawat yang berisi wapres dengan tujuan Manado, Sulawesi Utara. Sukhoi kemudian berbalik arah menuju Jakarta untuk ikut serta dalam peringatan 17 Agustus 2011.

    Wapres terbang Manado menggunakan pesawat kepresidenan BAe RJ-85 . "Iya ini pengawalan, sekalian mereka (sukhoi) akan terbang menuju Jakarta, untuk ikut serta dalam peringatan Dirgahayu Republik Indonesia 17 Agustus nanti," ujar Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat.

    Aksi pengawalan tersebut, tidak pelak mengundang kekaguman delegasi yang ikut dalam rombongan Wapres. Beberapa wartawan dan petugas dokumentasi Istana Wapres tak luput untuk mengabadikan aksi pengawalan tersebut.

    Tak mau kalah, Wapres Boediono sendiri juga menyempatkan untuk melihat pengawalan tersebut dari kabin VVIP di bagian tengah pesawat RJ-85 tersebut. Wapres sempat berbincang dengan beberapa stafnya. Bahkan Yopie menyempatkan untuk memfoto Wapres dengan latar belakang aksi pengawalan Sukhoi tersebut.

    Sumber : MEDIA INDONESIA
    Readmore --> Dua Pesawat Sukhoi Kawal Pesawat Wapres

    Kemhan Fokus Dengan Pengadaan Alutsista Dalam Negeri

    Jakarta - Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskomblik) Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Hartind Asrin menyatakan prioritas pembelian alat utama sistem senjata (alutsista) produksi industri dalam negeri. Prioritas ini sesuai kebijakan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang diketuai Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.

    "Sesuai kebijakan KKIP, pengoptimalan pemakaian Alutsista dalam negeri dan melakukan tranfer teknologi jika memakai Alutsista import," ujar Hartind di Jakarta, Selasa (9/8).

    TNI maupun Polri sendiri, kata dia, secara bertahap telah menyondongkan perhatian untuk menggunakan alutsista dalam negeri, seperti buatan PT Pindad, PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia (DI). "Industri pertahanan terkoordinir. Kita melakukan rapat per tiga bulan dengan stake holder baik BUMN maupun BUMS," ujar dia.

    Dia menjelaskan, kebijakan KKIP yang terdiri dari Menteri Pertahanan, Menteri BUMN, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Panglima TNI dan Kapolri jelas menginstruksikan kemandirian Alutsista dengan cara mengkonsumsi atau membeli produk dalam negeri.

    Menjawab hal ini, Hartind memastikan semua produk Alutsista buatan PT Pindad akan dibeli selama telah memenuhi standar. "Semua produk-produk Pindad kita beli tapi harus teruji lebih dahulu seperti senjata sniper harus diuji akurasinya dengan jarak tertentu, kemudian bagaimana setelah menembak berapa butir peluru, apakah laras diganti," terang Hartind

    Komitmen

    Secara terpisah, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi meminta komitmen pemerintah untuk memberi prioritas alutsista produksi dalam negeri.

    "Janganlah ada dusta di antara kita. Di satu sisi, Pemerintah dan para elite pendukungnya selalu mengkampanyekan majukan industri domestik dan cintailah produksi dalam negeri. Tapi realitasnya, banyak kementerian yang ternyata lebih gemar membelanjakan uang rakyat di APBN untuk memperoleh barang-barang impor," tegas dia.

    Dia mengharapkan, agar satu sen pun APBNP 2011 yang diusulkan untuk belanja Alutsista, jangan hilang atau lari ke luar negeri. "Jangan sampai satu sen pun dana untuk pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) APBNP 2011 digunakan untuk membeli alutsista di luar buatan industri pertahanan BUMNIP kita," tegas dia.

    Politisi Muda Partai Golkar itu beralasan, pemerintah maupun TNI jangan selalu cari gampang dengan memanfaatkan fasilitas kredit ekspor (KE) guna mendapatkan Alutsista dari luar, sementara industri pertahanan dalam negeri berantakan.

    "Karena itu, sekarang kita tegas saja, seluruhnya (APBNP) saat ini harus dibelanjakan di dalam negeri, agar industri pertahanan domestik semakin kuat, dan uang itu dapat berputar di Indonesia saja," ujar dia.

    Sumber : SUARA KARYA
    Readmore --> Kemhan Fokus Dengan Pengadaan Alutsista Dalam Negeri

    Produk Teknologi Asing Masih Mendominasi Di Indonesia

    Jakarta - Meskipun Pencanangan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional pada 10 Agustus 1995 telah berselang 16 tahun, sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi atau iptek di Indonesia belum dapat benar-benar diberdayakan untuk menggerakkan perekonomian dan mendongkrak daya saing industri nasional.

    Hal ini ditunjukkan minimnya produk inovasi anak bangsa di masyarakat. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, yaitu dominasi produk teknologi asing. Padahal Indonesia pernah mampu memproduksi produk berteknologi canggih, seperti pesawat terbang, kapal, dan peralatan elektronika. Namun, itu hanya berlangsung tiga tahun ketika krisis moneter melanda negeri ini tahun 1998. Industri strategis—pembuatnya—kemudian terpuruk, bahkan kini berada di ujung tanduk.

    Ketua Persatuan Insinyur Indonesia, Said Didu, mengatakan, hal ini disebabkan pemerintah tidak mampu memelihara sumber daya manusia iptek—sebagai sumber kekuatan industri—untuk tetap bertahan. Bahkan yang terjadi adalah brain drain para ahli dan perekayasa keteknikan ke negara maju, termasuk ke negara tetangga, Malaysia dan Singapura.

    Sementara itu, belakangan perguruan tinggi di bidang keteknikan kini bergeser pada penyelenggaraan pendidikan bisnis yang lebih diminati.

    Kesenjangan komunikasi

    Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Marzan Aziz Iskandar mengatakan, komunikasi antara lembaga penelitian, peneliti atau perekayasa, serta perguruan tinggi dengan industri masih sangat kurang. Akibatnya, antara kebutuhan industri dan kemampuan peneliti tidak terkait.

    Upaya memperbaiki hubungan lembaga penelitian dengan industri sebenarnya sudah digalakkan sejak beberapa tahun lalu. Namun, hasilnya terasa sangat lambat. Industri tetap lebih suka membeli produk jadi asing karena lebih murah, praktis, dan risikonya jauh lebih kecil dibandingkan dengan mendirikan perusahaan untuk memanfaatkan teknologi dalam negeri.

    "Industri perlu insentif khusus dari pemerintah agar mau menggunakan produk teknologi dalam negeri," ujarnya.

    Komitmen rendah

    Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional dimulai sejak 1995 yang ditandai dengan keberhasilan penerbangan perdana pesawat N-250 yang merupakan hasil karya anak bangsa. Namun, sejak saat itu, pesawat ini tidak pernah diproduksi karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997-1998 dan rendahnya komitmen pemerintah.

    Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi, Institut Teknologi Bandung (ITB), Wawan Gunawan A Kadir menambahkan, ketiadaan regulasi yang mengatur hubungan antara industri dan perguruan tinggi membuat riset perguruan tinggi kurang termanfaatkan. Kalaupun ada hasil penelitian yang dimanfaatkan industri, hal itu terjadi karena adanya hubungan antar-individu di perguruan tinggi dan industri, bukan karena hubungan kelembagaan.

    "Kerja sama antara industri dan perguruan tinggi ini lebih efisien dan murah daripada industri membangun sendiri unit penelitiannya," ujarnya.

    Kerja sama ini memang tidak bisa langsung menghasilkan produk. Untuk penelitian hingga menghasilkan produk untuk skala industri membutuhkan waktu 5-10 tahun. Biaya penelitian juga tidaklah murah. Berbagai kendala inilah yang membutuhkan insentif dari pemerintah.

    "Butuh kemauan politik kuat dari pemerintah untuk mau memanfaatkan teknologi buatan sendiri," katanya.

    Menurut Wawan, ITB tidak hanya mendorong pemanfaatan hasil penelitiannya untuk dimanfaatkan industri, tetapi juga mendorong lahirnya teknopreneur-teknopreneur muda. Dengan demikian, lulusan perguruan tinggi tak hanya disiapkan menjadi pegawai, tetapi juga menjadi wirausahawan.

    Sumber : KOMPAS
    Readmore --> Produk Teknologi Asing Masih Mendominasi Di Indonesia

    Ribuan TNI Telah Diterjunkan di Papua

    Jakarta - Pemerintah diminta mengevaluasi jumlah pasukan TNI di Papua yang sekarang diperkirakan mencapai 14.842 prajurit. Angka yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun ini dikhawatirkan bakal mendorong terjadi darurat militer pada 2024 di tanah Papua.

    Direktur Program Imparsial Al Araf yang juga salah satu peneliti dalam buku Sekuritisasi di Papua menerangkan, sulit untuk mengetahui data pasti jumlah pasukan TNI di Papua. Namun, berdasarkan perkiraan hasil penelitiannya menyebutkan ada sekitar 14.842 prajurit.

    Mereka terdiri atas 13.000 prajurit TNI Angkatan Darat, 1.272 anggota TNI Angkatan Laut, dan 570 prajurit Angkatan Udara. Menggunakan analogi satu separatis berbanding dengan 10 prajurit, lanjut Al Araf, dalam kondisi sekarang terdapat sekitar 1.400 separatis di Papua.

    Jumlah personel ini diperkirakan memiliki kecenderungan meningkat. Tokoh Papua Thaha Alhamid menilai, masalah Papua adalah tidak lepas dari soal sudut pandang. “Harus jelas Jakarta memandang Papua sebagai apa? Apakah musuh, separatis, gerombolan, atau apa? Bagi kami, tentara satu orang atau 1.000 orang sama bahayanya, (yang membedakan) tergantung perilakunya,” kata sosok yang mengaku pernah bergabung dengan OPM ini.

    Sumber : SINDO
    Readmore --> Ribuan TNI Telah Diterjunkan di Papua

    Indonesia Sudah Mandiri Membuat Satelit

    Jakarta - Tim perekayasa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional tengah menyelesaikan desain dan rancang bangun satelit mikro Lapan A2. Pembuatan satelit komunikasi dan pengindraan jauh ini di Pusat Teknologi Satelit Lapan di Rancabungur, Bogor, Jawa Barat, akan selesai pada September 2011.

    "Keberhasilan ini menjadi bukti kemajuan kita untuk mencapai kemandirian dalam pembuatan satelit," kata Kepala Lapan Bambang Tedja Sumantri, Selasa (9/8/2011).

    Menurut rencana, satelit Lapan A2 akan diluncurkan dari tempat peluncuran roket di India pada Januari 2012. Satelit ini akan ditumpangkan pada peluncuran satelit milik ISRO-India. Untuk pengiriman satelit ini ke India juga telah dipersiapkan kargo khusus.

    Satelit ini akan beredar di orbit khatulistiwa dan memiliki jangkauan lebih lebar. Berbeda dengan generasi terdahulu, Lapan A2 telah dilengkapi dengan sistem identifikasi otomatis. "Dengan sarana ini, satelit dapat memantau pergerakan kapal laut yang lewat wilayah Indonesia berdasarkan sinyal yang dipancarkannya," tutur Bambang.

    Deputi Bidang Teknologi Dirgantara Lapan Soewarto Hardhienata menambahkan, pihaknya telah melakukan pengujian komponen muatan satelit tersebut.

    Sementara itu, untuk peluncuran berikutnya dipersiapkan pula satelit pencitra di orbit polar. Semula satelit mikro yang menggunakan sistem optik ini akan diluncurkan bersamaan dengan satelit Lapan A2, tetapi karena kendala teknis, diputuskan perubahan ke orbit polar.

    Satelit mikro ini dilengkapi dengan kamera high density television (HDTV). Pengujian kamera ini telah dilakukan dengan menumpangkannya pada pesawat terbang.

    Terkait dengan pengoperasian satelit ini, dilakukan pula modifikasi rekayasa stasiun penerima agar mampu menangkap sinyalnya pada S-band.

    Sumber : KOMPAS
    Readmore --> Indonesia Sudah Mandiri Membuat Satelit

    Tuesday, August 9, 2011 | 10:00 PM | 0 Comments

    English News : Russia To Develop New AWACS Plane

    Moskow - Russia hopes to develop a new airborne warning and control system (AWACS) plane by 2016, Air Force chief Col. Gen Alexander Zelin said on Tuesday.

    “We are expecting to receive the A-100 aircraft built on the basis of the Il-476 transport plane with the PS-90 engine and extended flight range,” Zelin told reporters in Moscow.

    The new AWACS plane will have an advanced active phase array capable of detecting and tracking airborne and land-based targets.

    “We will have the carrier [Il-476] by 2013-2014 and should be able to build this plane by 2016,” Zelin said.

    The Russian Air Force has around 20 A-50 Mainstay AWACS planes, based on the Ilyushin Il-76 transport.

    The A-50 is equipped with the large Liana surveillance radar with its antenna in an over-fuselage rotodome and can control up to ten fighter aircraft for either air-to-air intercept or air-to-ground attack missions.

    Source : RIA
    Readmore --> English News : Russia To Develop New AWACS Plane

    English News : Russia Developing New Air Defense Systems

    Moskow - Russia is developing two air defense systems as part of future multilayered aerospace defense network, Air Force Commander Col. Gen. Alexander Zelin said on Tuesday.

    "The Morfey is a short-range air defense system with effective range of five kilometers," Zelin said. "It is designed to protect military installations and has both active and passive weapons [launchers and radars]."

    Another system, the Vityaz, is a further development of the S-300 medium-range air defense system, whose combat capabilities largely surpass those of its predecessor.

    "In fact, it could be considered a brand new system," Zelin said, adding that the Vityaz would have a launcher with 16 missiles compared to only four on the S-300.

    Both systems will complement the S-400 and S-500 air defense systems in the future aerospace defense network to engage targets at ranges from 5 to 400 kilometers, and at altitudes from 5 meters to near space.

    The Morfey, the Vityaz and the S-500 are expected to enter service with the Russian Air Force in 2015, while the S-400 has been in service since 2007.

    Zelin said the Russian Air Force would receive two more regiments of S-400 Triumf air defense systems by the end of 2011 in addition to two regiments already deployed in the Moscow Region.

    The S-400 (SA-21 Growler) system can engage targets at a maximum range of up to 400 kilometers at altitudes of up to 50,000 meters.

    The system uses a range of missiles optimized for intercepting ballistic and cruise missiles. It can simultaneously track up to 300 targets and engage 36 of them.

    An S-400 air defense regiment consists of two or three battalions equipped with four systems each. Russia is planning to arm 56 battalions with S-400 systems by 2020.

    Source : RIA
    Readmore --> English News : Russia Developing New Air Defense Systems

    English News : Indonesia’s New Offset Policy: Time For Broader Defence Industrial Strategy

    Jakarta - Indonesia is preparing to launch its first national offset policy. The challenge is how to craft it to reflect the country’s unique economic and security environment, and weaved into a broader defence-industrial strategy.

    INDONESIA IS one of the few countries without a formal offset policy, but its Defence Ministry has a mandate to quickly put this right. The imminence of Jakarta’s first formal offset policy has aroused much debate and expectancy. Nearly all arms importing countries have an offset policy aimed at extracting reciprocal benefits from the overseas vendor. But the reality of offset is that most countries struggle to realise its potential.
    Asian offset policy experiences

    Indonesia has been looking at the offset policy experiences of Australia and India. However it should consider crafting an offset policy appropriate to its own unique conditions. Jakarta would also do well to reflect on Singapore’s considerable success in fostering indigenous defence industrial and technological capability. A major ingredient for this success has been the island state’s flexible approach to offset management, pursuing partnerships with foreign vendors rather than contractual rigidity and the imposition of penalties when times get tough.

    While it has proved invaluable, such flexibility on its own would have been insufficient in generating both the breadth and depth of Singapore’s technological expertise. Technology transfer through offset has not been an isolated process, but was just one element within a broader integrated defence industrial strategy, implemented with governmental vision, resources and commitment.

    Ad hoc offset policy and its impact

    Indonesia, by contrast, has pursued an informal, largely ineffectual, ad hoc offset policy since the 1960s. Too often, Indonesian acquisition has been detached from defence policy, driven by cost considerations rather than operational capability, and invariably delinked from reciprocal transfer of technology and/or substantive work packages.

    Long-term paucity of acquisition funding has starved local defence industry of essential investment required to modernise process technologies, promote indigenous R&D capacity, upgrade worker skills, and, most importantly, generate sufficient output scale to reduce acquisition cost. Of equal concern is the absence of local specialist subcontractor industries, which suppresses competitiveness and the emergence of an international ‘brand’ to market Indonesian weapon systems.

    Two years ago, PT PAL, the Surabaya shipbuilder, pleaded for bail-out funds to stay afloat, and recently it was revealed that PT Dirgantara, the Bandung-based aerospace operation, is on the verge of bankruptcy. The two companies are amongst those designated as strategic industries by the Indonesian government, but it is unclear what this means in practice. If the Indonesian government wants a robust indigenous defence industry, then this state of recurring crisis cannot be allowed to persist.

    While offset has the potential to contribute to defence industrial aspirations, it needs to be set within a broader overarching defence industrial strategy. The formulation of this strategy should encompass several significant and interrelated policy issues. To begin with, Indonesia’s huge defence commitments require a hefty hike in the military expenditure to national income ratio. Indonesia spends a meagre 0.9% of its GDP to defend an archipelagic territory comprising over 17,000 islands and a population exceeding 242 million. It needs to increase its defence commitment up to, perhaps, a non-contentious target of 2% Military Expenditure to Gross National Product (national income), conventionally referred to as MILEX/GDP, which is the ASEAN average for 2010.

    Agenda for Action

    Indonesia has to move quickly to implement policies to secure sufficient demand to enable research and production efficiencies to be realised for its defence industrial base. For this to happen, acquisition spending has to rise, enabling military capability requirements to be met in a cost-effective way. Indonesia’s average procurement volumes struggle to reach double figures (the 2003-08 procurement of SU-27/30 fighters was just 10 aircraft). In comparison India’s defence budget for 2010 was US$36 billion, which allowed simultaneous acquisition of 126 European medium combat aircraft and 250-300 Indo-Russian fifth generation fighter aircraft. Moreover, Indonesia’s low-scale procurement affords overseas contractors the opportunity to circumvent Indonesian offset requirements, because for such short production runs offset is commercially unviable.

    Jakarta’s policymakers should consider redefining the country’s defence industrial boundaries. It needs to broaden the offset policy-envelope to encourage local development of ‘dual-use’ industries, especially those producing information technologies, computerised equipment, microelectronics, avionics and telecommunications systems, representing around 70-80 per cent of the value of modern weapon systems.

    Indonesia needs to reinforce its defence-related R&D capacity. Offset can act as a necessary policy vehicle to transfer technologies on the back of expensive arms acquisition, but it is likely to be insufficient to construct a robust and durable indigenous Indonesian defence industrial capability. For this to happen, funds must be made available to create a strong domestic defence R&D infrastructure, going beyond the present miniscule commitment of less than 0.5% of GDP.

    Development of a viable Indonesian defence industry will require parallel complementary ‘absorptive technology’ pillars to be constructed, aside from the creation of local R&D capacity. Policies must be implemented to aggressively foster innovation through domestic industrial and technological clusters, such as Singapore’s fledgling aerospace cluster at Seletar airfield and Malaysia’s maritime clusters in Selangor, Trengganu, Sarawak and Sabah.

    Policy Implications


    Indonesian Defence Minister Purnomo Yusgiantoro’s commitment to launch an offset policy is an important first step forward. However on its own, it will be inadequate to revive the bankrupt strategic industries, and, more broadly, the ailing Indonesian defence economy. The urgent imperative now is the implementation of a broader civil-military industrial strategy alongside a determination by the government to provide the required resources to make it work. If the Indonesian government wants a strong indigenous defence industry it must be prepared to pay the price, bearing in mind that the alternative of foreign dependence may be more expensive in the long-run.

    Source : Eurasia Review
    Readmore --> English News : Indonesia’s New Offset Policy: Time For Broader Defence Industrial Strategy

    Apapun Kontrak Awal Pembelian Pesawat Baru TNI AU Harus Dilakukan Dengan ToT

    Jakarta - Kekuatan alat utama sistem persenjataan di udara Nusantara terus dibenahi, ditambah, bahkan dipermodern,

    seiring dengan perencanaan TNI-AU, yang dalam kurun waktu 2005-2024 akan mengganti sejumlah pesawat tempur dan angkut yang berusia 20-30 tahun.

    Modernisasi alutista suatu negara, tidak bisa dipungkiri, harus terus dilakukan, meskipun anggaran mungkin menjadi kendala. Apa pun alasannya, modernisasi pesawat terbang harus dilakukan.

    Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Imam Sufaat mengungkapkan, pergantian pesawat memang akan dilakukan mulai dari OV-10 Bronco yang kini telah di-grounded. Hal itu sebagai dampak dari beberapa musibah yang terjadi menimpa putra bangsa yang harus gugur dalam latihan. Pesawat tempur Hawk MK-53, F-5 Tiger, dan F-16 Fighting Falcon juga akan mengalami pergantian.

    Sebanyak 16 pesawat tempur taktis OV-10 F Bronco buatan North American Rockwell Amerika Serikat, dengan ciri khasnya memiliki dua ekor, kali pertama datang ke Indonesia tahun 1976, dengan tugas penting, yakni mendukung operasi di daerah Timor Timur.

    Kini, pesawat-pesawat itu berada di Skuadron Udara 21 Lanud Abdulrachman Saleh Malang dan mengakhiri tugasnya di sana. Nasibnya benar-benar berujung di ladang tebu pada Juli tahun lalu setelah terjadi musibah jatuh.

    F-16 Fighting Falcon, pesawat tempur berjenis Multirole Fighter(multiperan) yang diproduksi oleh pabrikan Lockheed Martin kini berada di Skuadron Udara 3 Lanud Iswahyudi. Ini salah satu pesawat yang sangat terkenal di dunia, digunakan oleh 25 negara di seluruh dunia. Kini, di Indonesia mulai dibenahi dengan dua pilihan, membeli F-16 baru tapi hanya terjangkau beberapa buah saja. Atau menerima hibah dari pemerintah Amerika sebanyak 24 buah pesawat tempur F-16.

    Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sudah optimis, pesawat hibah tersebut tidak lama lagi akan menginjak di Bumi Pertiwi. Kini, Kementerian Pertahanan juga sedang menyiapkan peralatan untuk melakukan peningkatan kemampuan F16 hibah tersebut.

    Pesawat Hawk MK-53 milik Skuadron Udara 15 di Lanud Iswahyudi masuk ke Indonesia pada tanggal 29 September 1980. Masa pakai pesawat tersebut akan habis di tahun 2011. Pesawat buatan Inggris, yang dibeli pada tahun 1978 tersebut, sudah lama menganggur karena mengalami kerusakan mesin. Hebatnya, Skuadron Teknik 042 Iswahyudi berhasil memperbaiki lagi dan menfungsikannya sebagai pesawat tempur.

    Super Tucano

    Kini, modernisasi pesawat terbang sudah menapak jalan, dengan diawali datangnya pesawat canggih asal Rusia, Sukhoi SU-27 ataupun SU-30, melalui pangkalan udara Iswahyudi Maospati Magetan.

    SU-27 Flanker adalah pesawat tempur generasi ke 4, pesawat ini murni pesawat tempur fighter dengan kemampuan serangan udara ke udara yang paling unggul di kelasnya.

    Sukhoi Su-27SK / Su-30SK yang dikenal dengan manuver kobranya kini jadi kebanggaan anak bangsa, berada di Skuadron Udara 11 Pangkalan Udara Hasanuddin Makassar.

    Dan kebanggaan ini pun akan bertambah lagi di kala Super Tucano EMB-314 pengganti OV-10F Bronco datang dari Brasil. Mengapa pesawat ini jadi begitu menarik dan patut disimak meski masih menggunakan baling-baling (propeller). F-16 dan Hawk MK-53 masih menjadi perbincangan dan perdebatan untuk mengganti dan apa penggantinya. Justru pengganti OV-10 sudah matang, tinggal menunggu kedatangannya.

    Berbekal pengalaman Si Kuda Liar yang memiliki prestasi gemilang dalam melakukan pertempuran taktis, perang gerilya di Timor Timur ataupun di Aceh semasa operasi GAM, pesawat ini sangat berperan. Dari pengalaman dan kemampuannya itulah, salah satu keputusan untuk mencari pengganti OV-10F adalah dengan beragam kriteria yang mendekati kemampuan yang dimiliki OV-10.

    Kepastian pengganti OV-10 disampaikan Marsekal Pertama TNI Irawan Supomo, Komandan Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh waktu itu. Setelah dilakukan serangkaian uji kinerja terhadap beberapa calon pengganti Bronco, sepertinya lebih cocok dengan Super Tucano.

    Irawan menuturkan, ada lima jenis pesawat yang dilirik TNI Angkatan Udara sebagai penggantinya. Yakni KO-1 dari Korea, K-8 Karakorum produksi bersarna China dan Pakistan, EMB-314 Super Tucano buatan Brasil, T-6B Texan II (Amerika Serikat) dan Pilatus PC-9 buatan Swiss. “Hanya dua yang diajukan ke Departemen Pertahanan, yaitu Tucano dan KO-1,” katanya waktu itu.

    Jenis pilihan pesawat pengganti itu pun berbeda-beda, tapi dari beberapa kriteria pesawat yang diusulkan sebagai pembanding, akhirnya hanya Su (Sukhoi) 25/39, L-159B buatan Cheko, YAK 130, K8P dan KO-1 yang lebih sesuai.

    Alih Teknologi

    Su 25/39, pesawat Sukhoi buatan Rusia, merupakan pesawat mesin jet ganda untuk dukungan serangan udara jarak pendek. L-159B buatan Cheko merupakan penempur ringan yang dirancang bisa dipergunakan untuk segala fungsi. Pesawat latih berkursi ganda (pengembangan L159A) didesain sebagai pesawat latih lanjut (Advanced and Operational/Lead-In Fighter Training).

    L159B dapat dikonfigurasi sesuai spesifikasi kebutuhan negara pemesan. Selain mengadopsi peran pesawat latih jet, pesawat ini dapat diubah fungsi sebagai pesawat tempur ringan, termasuk membawa rudal darat-udara dan udara-udara, juga melakukan misi-misi lain, seperti kombatan, patroli udara dan intai/mata-mata. Pesawat ini menggunakan mesin jet buatan Honeywell/ITEC F124-GA-100 yang disebut-sebut sebagai mesin terbaik dikelasnya.

    Calon lainnya adalah M346 buatan Italia, K8P buatan China dan KO1B buatan Korea. TNI-AU sudah tahu karakterisitik pesawat buatan Korea, di antaranya sudah digunakannya K0-1 Wongbee di Skuadron Pendidikan (Skadik) 102 Lanud Adisucipto, Yogyakarta.

    Dari lima jenis pesawat sebagai pembanding, ditinjau dari sisi essential dan kriteria tambahan, ternyata EMB-314 paling unggul dibanding lainnya, seperti Sukhoi 25/39, L159A, YAK 130, K8P dan KO-1. Misalnya dalam kemampuan melaksanakan manuver dengan kecepatan tinggi dan rendah. EM B-314 lolos, sementara Yak 130 gagal. Juga dalam kemampuan melaksanakan operasi malam hari, kemampuan terbang malam tanpa eksternal tangki. Juga mampu membawa senjata, baik berupa bom, roket maupun senapan mesin.

    Kriteria lainnya, pesawat dapat digunakan untuk jangka waktu minimal 25 tahun, dukungan operasional dapat dilaksanakan oleh pesawat C-130 Hercules. Mudah dalam suku cadang dan peralatan lainnya.

    Hal ini memang tertuang dalam klausul alih teknologi, di mana suku cadang bisa diproduksi di PT Dirgantara Indonesia.

    Kini, dengan sudah ditandatangani kontrak pembeliannya, hanya dalam hitungan bulan, langit Nusantara akan dihiasi dengan pesawat tempur taktis Super Tucano EMB 314 buatan Brasil.

    Kehebatan dan kekaguman terhadap pesawat ini seperti yang dilontarkan pilot senior TNI AU, Marsda TNI Ganjar Wiranegara yang pernah mencoba kehebatan pesawat ini di Brasil pada tahun 2007 lalu. Meskipun pesawat tidak memiliki radar, avionil Super Tucano mampu menerima data link-nya (send/receive tracks/waypoint), weapon system status, present position transmission, transmit aircraft systems status, operational coordination serta intelligence information tentang targets dan avoidance area.

    Bahkan untuk terbang malam, Super Tucano juga telah dilengkapi Night Vision Goggles (NVG) Gen III, di mana external dan internal lights full NVG compatible.

    EMB 314 Super Tucano adalah pesawat buatan pabrikan Embraer Brasil. Pesawat ini masuk kategori pesawat antigerilya dan serangan udara-darat. Pada operasionalnya, pesawat ini lebih banyak digunakan untuk membantu pergerakan pasukan darat, terutama infantri, kavaleri dan artileri.

    Komandan Skuadron 21 yang lama, Letkol Pnb Fairlyanto juga mengungkapkan keunggulan pesawat buatan Brasil ini. Service life 12.000 hingga 18.000 jam, dapat operasi malam. Bahkan mampu take off dan landing pada landasan minimal 1500 meter.

    Kedatangan tim Mabes Angkatan Udara ke Brasilia, termasuk di dalamnya Komandan Skuadron 21 Pangkalan udara Abdulrachman Saleh Malang yang baru, Mayor Pnb James Yanes Singal pada awal Juli lalu mempertegas bahwa EMB-314 adalah yang dipesan pemerintah Indonesia menggantikan OV-10 F Bronco. Kedatangan di sana diartikan sebagai Design Review Meeting (DRM) yang dimaksudkan sebagai penentu akhir sebelum pesawat itu dirakit.

    “Artinya, dengan adanya DRM, itu berarti sudh final bahwa pesawat EMB-314 Super Tucano dengan kondisi seperti itulah yang dipesan oleh Indonesia,” kata James Yanes. Memang masih kosongan tanpa amunisi, tapi paling tidak pesawat itu sudah di install untuk pemasangan beragam persenjataan.

    Kini, personel sudah disiapkan, baik penerbang, ground crew, dan personel lainnya, untuk pemeliharaan tingkat ringan dan sedang. Bahkan kemampuan bahasa pun sudah diarahkan ke percakapan sehari-hari dalam bahasa Inggris. Tinggal pelaksanaannya pengiriman personel ke Brasil.

    Besar harapan KSAU, 9 April 2012 di langit Nusantara akan dihiasi minimal empat pesawat Super Tucano mewarnai ulang tahun TNI-AU.

    Ke depan pun, langit Ibu Pertiwi semakin semarak di kala pesawat latih dengan kecepatan supersonik T-50 Golden Eagle buatan KAI (Korea Aerospace Industries) tiba. Pesawat ini sebagai pengganti F-16 dan akrab disebut miniatur dari F-16. Cocok untuk pertempuran langsung terutama Air to Air dan Air to Ground. Pemerintah sudah menandatangani pembelian pesawat total 16 Unit sejak april 2011 dan akan tiba tahun 2013.

    Bahkan pesawat Hawk MK-53 juga akan mengalami modernisasi dengan akan digantikannya pesawat ini. Ada empat jenis pesawat yang sudah dicoba, L-159B dari Ceko, Yak 130 dari Rusia, Aermacchi M346 dari Italia, dan Chengdu FTC-2000/JL-9 dari China.

    Apa pun jenisnya, pesawat baru tersebut, sepanjang pada kontrak awal ditegaskan ada alih teknologi, tidak menutup kemungkinan PT Dirgantara Indonesia juga akan mumpuni untuk membuat seluruh atau sebagian pesawat tempur yang dimiliki TNI-AU. Mudah-mudahan.

    Sumber : SUARA MERDEKA
    Readmore --> Apapun Kontrak Awal Pembelian Pesawat Baru TNI AU Harus Dilakukan Dengan ToT

    Monday, August 8, 2011 | 5:58 PM | 0 Comments

    Berita Foto : TNI Berhasil Ciptakan Prototipe Rantis 4 x 4

    Jakarta – TNI kini memiliki Kendaraan Taktis (Rantis) 4 x 4 yang dikenal dengan 4-Wheels Drive (4WD atau 4 x 4) yaitu kendaraan taktis yang memiliki tenaga penggerak pada keempat rodanya, dengan tujuan untuk mendapatkan traksi yang memadai dalam segala kondisi jalan. Penyerahan prototipe Rantis hasil Working Group TNI kepada Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, SE. dilakukan di Mabes TNI Cilangkap, Senin (8/8).

    Dalam paparannya kepada Panglima TNI dan pejabat TNI, Kepala Subdinas Materiil Utama (Kasubdismatut) Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AD (Dislitbangad) Kolonel Kav Rihananto selaku Kepala Pelaksana Kegiatan (Kalakgiat) Rantis 4 x 4 TNI menyampaikan bahwa kendaraan tersebut dapat digunakan di medan yang berat seperti tanjakan terjal, jalan licin ataupun jalan yang berlumpur. Beberapa negara telah mengadopsi kendaraan taktis 4 x 4 untuk kepentingan militernya seperti AS (HUMVEE), Italia (IVECO), Cina (DongFeng Hummvee), Spanyol (EURO VAMTAC), Brazil (AV-VB4 RE 4 x 4 GUARA), Perancis (SHERPA) dan beberapa negara lainnya.

    Cara kerja dari kendaraan 4 x 4 adalah mesin dihubungkan dengan differensial tengah (transfer case) yang membagi tenaga ke roda belakang dan roda depan. Karena pada saat menggunakan penggerak 4 roda, penggunaan energi lebih tinggi. Biasanya penggerak 4 roda hanya digunakan pada saat dibutuhkan saja, dengan mengaktifkan melalui tombol atau tuas tertentu.

    Kendaraan taktis yang dimiliki oleh TNI saat ini belum standar, yakni terdiri dari beberapa produk seperti CJ-7 (USA), BEIJING (China), ISUZU OZ (Jepang), KIA KM-420 (Korea), LANDROVER (Inggris), UAS (Rusia) dan OVERLAND (Inggris) buatan tahun 1979 -1981. Konsekuensi dari keanekaragaman tersebut berdampak terhadap rumitnya pengoperasionalan dan pemeliharaan termasuk tukar alih suku cadang sehingga berpengaruh juga terhadap biaya pemeliharaan satuan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dibentuklah Working Group TNI guna mewujudkan suatu Prototipe Kendaraan Taktis 4 x 4 yang dapat mengakomodir operational requirement satuan-satuan manuver maupun untuk kepentingan pengamanan TNI.

    Selain itu pula diharapkan ke depan terdapat keseragaman/standarisasi kendaraan taktis TNI. Mengacu kepada konsep Minimum Essential Forces (MEF) diharapkan TNI pada 2014 dapat memenuhi kebutuhan alut sista dengan prioritas produksi dalam negeri serta dalam rangka kemandirian alut sista.

    “Selain dari personel TNI juga disertakan mitra industri untuk mendukung kegiatan pengerjaan teknis yaitu : PT. AUTOCAR, PT. Pindad, PT. Yudistira, PT. Petrodrill, PT. Gajah Tunggal, PT. Krakatau Steel, PT. Pilar Mas Kursindo, PT. Indo Pulley Perkasa dan PT. Alam Indomesin Utama. Tampilan Rantis 4 x 4 tetap mengacu pada filosofi Hummvee USA, karena terbukti cukup tangguh, stabil dan flexible,” jelas Kolonel Kav Rihananto.

    Dalam kesempatan tersebut, Panglima TNI menyampaikan apresiasi atas upaya yang telah dilakukan oleh Working Group TNI, sehingga dapat mewujudkan prototipe Rantis 4 x 4 yang direncanakan. Namun demikian, Panglima TNI mengharapkan prototipe ini terus disempurnakan sehingga dapat menghasilkan desain yang maksimal sesuai kebutuhan pengguna.

    Sumber : POS KOTA

    Readmore --> Berita Foto : TNI Berhasil Ciptakan Prototipe Rantis 4 x 4

    Kemhan : Mematangkan Perencanaan Menuju Pemantapan Kinerja Pertahanan

    Jakarta - Sebagaimana diatur Keputusan Menteri Pertahanan (Kepmen) Nomor: Kep/268/M/ XII/ 2009, visi-misi Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Renhan Kemhan) adalah, mewujudkan pertahanan negara yang tangguh, dengan misi menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, serta keselamatan bangsa.

    Sementara itu, dalam konteks pertahanan negara, diperlukan anggaran yang memenuhi unsur-unsur pertahanan negara. Dalam hal ini dirumuskan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Renhan Kemhan dengan tugas yaitu, merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perencanaan pertahanan (Permen Nomor: Per/01/M/VIII/ 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kemhan).

    Menurut Dirjen Renhan Kemhan Marsda BS Silaen SIP, di Jakarta, kemarin, alokasi anggaran pertahanan 2011 sebesar Rp 47.498,50 miliar atau sebesar 0,68 % terhadap produk domestik bruto (PDB). "Rencana kebutuhan alokasi pagu anggaran pertahanan negara sesuai postur pertahanan negara tahun 2010-2014 sebesar 1,8 % sampai 2,1% PDB. Sedangkan ketersediaan alokasi anggaran pertahanan sesuai RPJMN (base line) tahun 2010-2014 sebesar Rp 279.862,47 miliar yang belum mencapai target 1,8 % sampai 2,1 % dari PDB," ujarnya.

    Dia menyebutkan, kebijakan untuk mencukupi atau menaikkan pagu indikatif pertahanan negara pada Rencana Strategis (Renstra) 2010-2014, dalam rangka pemenuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI terdiri atas beberapa hal.

    Yaitu, Rencana Percepatan Pemenuhan Kekuatan Pokok Minimal Alutsista TNI Tahun 2011-2014 sebesar Rp 50 triliun. Dan esuai direktif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 4 Mei 2010 yakni, pertama anggaran pertahanan akan ditingkatkan menjadi 1,0-1,5 % PDB tahun 2015. Kedua, pengembangan personel mengikuti konsep zero growth (dinamis) dan right sizing.

    Ketiga, pengadaan alutsista diutamakan produksi dalam negeri. Keempat, pengadaan alutsista dari luar negeri hanya jenis yang betul-betul belum dapat diproduksi di dalam negeri dan sebanyak-banyaknya melakukan transfer teknologi.

    Selanjutnya, soal APBN perubahan (APBN-P), Dirjen Renhan mengatakan, dalam percepatan pemenuhan kekuatan pokok minimal alutsista TNI 2010-2014, Kemhan dan TNI memerlukan anggaran sebesar Rp 149,78 triliun untuk pengadaan dan perawatan serta pemeliharaan alutsista. "Sementara alokasi anggaran base line yang tersedia sesuai RPJMN Tahun 2010-2014 hanya sebesar Rp 99,78 triliun, sehingga terdapat kekurangan sebesar Rp 50 triliun,"ucapnya.

    Menurut dia, hasil rapat dengar pendapat Komisi I DPR dengan Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Panglima TNI tanggal 19-20 Oktober 2010, di antaranya adalah, pertama, Komisi I DPR dan pemerintah bersepakat untuk memenuhi kebutuhan anggaran modernisasi alutsista Renstra Tahap I (2011-2014) yang masih ada gap sebesar Rp 50 triliun dari kebutuhan total Rp 150 triliun (untuk pengadaan, pemeliharaan dan perawatan alutsista).

    Kedua, Untuk Tahun Anggaran 2011, alokasi anggaran percepatan pemenuhan alutsista mendapat tambahan dari dana optimalisasi sebesar Rp 2,0 triliun dan masih ada kekurangan sebesar Rp 9 triliun yang diupayakan dipenuhi dalam APBN-P 2011 melalui mekanisme pembahasan anggaran antara pemerintah dan Badan Angaran DPR.

    Berkaitan dengan hal tersebut, tutur dia, Kemhan dan TNI pada 2011 mengajukan usulan tambahan anggaran sebesar Rp 9.278,96 miliar, percepatan MEF sebesar Rp 9 triliun dan tambahan anggaran mendesak non-MEF sebesar Rp 278,96 miliar. Dari ajuan tersebut sesuai RAPBN-P 2011, Kemhan dan TNI direncanakan didukung sebesar Rp 2.485,4 miliar. "Ini diprioritaskan untuk pengadaan dan perawatanserta pemeliharaan alutsista TNI serta pembangunan lanjutan PMPP TNI," katanya.

    Kesejahteraan Prajurit

    Mengenai alokasi anggaran Kemhan yang diterima dalam RAPBN 2012, kebutuhan pembangunan pertahanan, dan komposisi ketiga Matra TNI (AD, AL dan AU) dan UO Mabes TNI dan Kemhan, B Silaen menjelaskan, dalam RAPBN 2012, Kemhan mendapat alokasi pagu anggaran sebesar Rp 64.437,00 miliar.

    "Ini belum mencukupi, karena anggaran belanja pegawai lebih besar dibandingkan belanja barang maupun belanja modal," ujarnya seraya menyebutkan rinciannya. Yaitu, belanja pegawai Rp 27.181,42 miliar (42,18 %), belanja barang Rp 10.186,80 miliar (15,81 %), belanja modal Rp 27.068,78 miliar (42,01 %), total Rp 64.437,00 miliar.

    Meski demikian, Kemhan memiliki komitmen besar untuk terus meningkatkan kesejahteraan prajurit. Menurut Dirjen Renhan, dalam rangka perbaikan kesejahteraan anggota TNI dan PNS, Kemhan/TNI setiap tahun berupaya meningkatkan kesejahteraan prajurit melalui beberapa hal.

    Pertama, perbaikan gaji pokok TNI dan PNS serta pensiunan rata-rata 13 % dalam enam tahun terakhir, dan dalam TA 2012 direncanakan naik sebesar 10 %. Kedua, Pemberian gaji ke-13. Ketiga, peningkatan uang lauk pauk (ULP) TNI (2006 Rp 25.000, 2011 Rp 40.000, dan rencana 2012 sebesar Rp 45.000).

    Keempat, pemberian tunjangan operasi keamanan bagi prajurit TNI dan PNS yang bertugas di wilayah pulau-pulau kecil terluar. Ini diberikan mulai tahun 2010 dengan besaran sebagai berikut. Pertama, sebesar 150 % dari gaji pokok bagi yang bertugas dan tinggal di wilayah pulau-pulau kecil terluar tanpa penduduk.

    Kedua, sebesar 100 % dari gaji pokok bagi yang bertugas dan tinggal di wilayah pulau-pulau kecil terluar berpenduduk. Ketiga, sebesar 75 % dari gaji pokok bagi yang bertugas dan tinggal di wilayah perbatasan. Keempat, sebesar 50 % dari gaji pokok bagi yang bertugas mobile di wilayah udara dan laut perbatasan. Kelima, memberikan perbaikan remunerasi (tunkin) terhitung Juli 2010 untuk mendukung program reformasi birokrasi.

    Selain itu, pemanfaatan industri pertahanan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan alutsista TNI juga terus digalakkan. "Dalam pemenuhan kebutuhan alutsista TNI, diprioritaskan hasil produksi industri pertahanan dalam negeri," kata Dirjen Renhan.

    Oleh karena itu, tutur dia, dalam pelaksanaan pengadaan melibatkan Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP) yaitu PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT LEN, PT Inti, PT Dahana Indonesia, dan BUMN lainnya serta perusahaan swasta nasional.

    Sumber : SUARA KARYA
    Readmore --> Kemhan : Mematangkan Perencanaan Menuju Pemantapan Kinerja Pertahanan

    Komisi I DPR : Pulau Morotai Layak Menjadi Pangkalan Militer TNI

    Jakarta - Komisi I DPR RI menilai Pulau Morotai layak dijadikan Pangkalan Militer Tentara Nasional Indonesia (TNI). Letak Geografis yang strategis merupakan pulau terdepan dan wilayah pintu gerbang masuk Indonesia melalui Samudera Pasifik, bertetangga dengan Asia Timur, dan berada pada jalur utama menuju Australia dan Selandia Baru.

    Demikian dorongan Komisi DPR RI bidang Pertahanan saat melakukan pertemuan dengan Pangdam XVI/Patimura, Danlanal Maluku Utara serta Danlanud Morotai, Senin (25/7), Kunjungan Kerja di Provinsi Provinsi Maluku Utara.

    Anggota Komisi I Teguh Juwarno, Pulau Morotai merupakan wilayah pulau terdepan dari NKRI. Pulau Morotai pernah dipilih Amerika serikat untuk menjadi lokasi Pangkalan militer dalam menghadapi jepang.

    Dia menilai ada kontek penentuan tempat. Selain untuk kepentingan pertempuran dengan jepang, tentu ada pemikiran geostrategic lokasi . “Saya mendorong agar lokasi Pulau Morotai dapat dijadikan Pangkalan Militer oleh TNI,” tegas Teguh Juwarno dari Fraksi Partai Amanat Nasional.

    Sumber : DPR RI
    Readmore --> Komisi I DPR : Pulau Morotai Layak Menjadi Pangkalan Militer TNI

    SPR 3 Buatan Pindad Dapat Menembus Kendaraan Lapis Baja Setebal 3 Sentimeter

    Jakarta - PT Pindad (Persero), punya tiga produk Senapan Penembak Runduk (SPR) atau senapan sniper anti material tank yang berkualitas dunia. Senapan ini bisa menembus baja yang tebalnya 3 sentimeter dari jarak 900 meter.

    SPR produksi PT Pindad ada tiga varian, SPR 1, SPR 2 dan SPR 3.
    SPR 1 di desain menggunakan munisi kaliber 7,62 mm dengan jarak efektif 900 m.

    SPR 2 dengan sistem bolt action dan menggunakan munisi berkaliber 12,7 mm, pada jarak efektif 500 meter mampu menembus berbagai jenis material bahkan baja dengan ketebalan 2 sentimeter mampu di robeknya.

    SPR 3 dengan kemampuan yang relatif sama dengan pendahulunya namun lebih kuat dan dapat merobek baja dengan ketebalan 3 sentimeter.

    Dari hitungan, produksi SPR-2 harga lebih murah dan fungsi sama hebatnya, apalagi jika dibandingkan Black Arrow M93 yang harganya di atas Rp 1 miliar per pucuk.

    Senapan penembak jitu antimaterial, di pasaran harganya rata-rata sangat mahal, sehingga negara-negara pembeli dan dari non- produsen yang keuangannya cekak, biasanya terbatas memiliki.

    Sumber : TRIBUN
    Readmore --> SPR 3 Buatan Pindad Dapat Menembus Kendaraan Lapis Baja Setebal 3 Sentimeter

     

    Pengikut

    Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by ADMIN | Published by MAJU INDONESIA KU
    Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.