ALUTSISTA ARDAVA BERITA HANKAM CAKRA 401 SUBMARINE DEFENSE STUDIES INDO-DEFENSE INDONESIA DEFENSE INDONESIA TEKNOLOGI RINDAM V BRAWIJAYA THE INDO MILITER
Formil MIK Formil Kaskus Formil Detik.COM
PT.DI LAPAN LEN NUKLIR PAL PINDAD RADAR RANPUR ROKET RUDAL SATELIT SENJATA TANK/MBT UAV
TNI AD TNI AL TNI AU
HELIKOPTER KAPAL ANGKUT KAPAL INDUK KAPAL LATIH KAPAL PATROLI KAPAL PERANG KAPAL PERUSAK KAPAL SELAM PESAWAT TEMPUR PESAWAT ANGKUT PESAWAT BOMBER PESAWAT LATIH PESAWAT PATROLI PESAWAT TANKER
KOPASSUS PASUKAN PERDAMAIAN PERBATASAN
  • PERTAHANAN
  • POLRI POLISI MILITER
  • PBB
  • NATO BIN DMC TERORIS
    AMERIKA LATIN AMERIKA UTARA BRASIL USA VENEZUELA
    AFGANISTAN ETHIOPIA IRAN ISRAEL KAZAKHTAN KYRGYZTAN LEBANON LIBYA MESIR OMAN PALESTINA TIMUR TENGAH YAMAN
    ASEAN AUSTRALIA Bangladesh BRUNAI CHINA INDIA INDONESIA JEPANG KAMBOJA KORSEL KORUT
    MALAYSIA Selandia Baru PAKISTAN PAPUA NUGINI Filipina SINGAPURA SRI LANGKA TAIWAN TIMOR LESTE
    BELANDA BULGARIA INGGRIS ITALIA JERMAN ROMANIA RUSIA UKRAINA
    MIK News empty empty R.1 empty R.2 empty R.3 empty R.4

    ATTENTION


    PERHATIAN

    "Bagi Sobat Readers ingin mempublikasikan kembali tulisan ini di website atau blog Sobat Readers, mohon cantumkan link aktif artikel yang bersangkutan termasuk semua link yang ada di dalam artikel tersebut Atau Silahkan Hubungi Admin Melalui Chat Box/Shout Box/E-mail yang tertera di bawah .

    ADMIN
    steven_andrianus_xxx@yahoo.co.id

    Kategori »

    INDONESIA (4794) TNI (1147) ALUTSISTA (984) TNI AL (721) TNI AU (694) Pesawat Tempur (684) USA (597) Industri Pertahanan (564) PERBATASAN (447) KOREA (400) Kerja Sama (400) RUSIA (382) Teknologi (315) TNI AD (306) Kapal Perang (281) Pesawat Angkut (276) Anggaran (249) PERTAHANAN (235) CHINA (232) MALAYSIA (225) Tank (218) DI (210) Kapal Selam (201) Rudal (165) Helikopter (159) Pindad (145) KORUT (140) ASEAN (127) POLRI (126) Kapal Angkut (119) DMC (114) AUSTRALIA (107) PAL (106) Kapal Patroli (99) EROPA (98) Senjata (94) Pesawat Latih (93) TIMTENG (93) UAV (87) Nuklir (84) Pasukan Perdamaian (84) Teroris (83) ISRAEL (81) Radar (75) Kopassus (74) SINGAPORE (74) INDIA (72) IRAN (71) Ranpur (70) Africa (69) Roket (67) JAPAN (60) INGGRIS (59) LAPAN (59) PBB (59) jerman (57) Pesawat Patroli (56) LEBANON (55) Satelit (54) kapal latih (47) PRANCIS (45) BELANDA (41) THAILAND (36) BRAZIL (35) Philippines (35) TAIWAN (35) TIMOR TIMUR (31) VIETNAM (29) Inteligen (27) NATO (25) BRUNEI (24) Korvet (22) LIBYA (22) PAKISTAN (22) PALESTINA (21) Amerika Latin (16) KAPAL INDUK (16) English News (15) PAPUA NUGINI (15) BIN (14) ITALIA (14) VENEZUELA (14) KAMBOJA (13) ASIA (12) AFGANISTAN (11) POLANDIA (11) PT. LEN (9) Pesawat Bomber (9) Frigates (8) UKRAINE (7) Amerika Utara (6) Kapal Perusak (6) Berita Foto (5) Georgia (5) UEA (5) YAMAN (5) EGIPT (4) New Zealand (4) Pesawat Tanker (4) SRI LANKA (4) BANGLADESH (3) BULGARIA (3) YUNANI (3) HAITI (2) KAZAKHTAN (2) Polisi Militer (2) ROMANIA (2) \ (1)

    Total Pageviews

    Berita Terpopuler

    Powered by Blogger.

    Saturday, January 7, 2012 | 11:39 AM | 0 Comments

    Update : Klarifikasi Kemhan Dan Kemlu Terkait Penghadangan Pesawat Papua Nugini

    Jakarta - Dua pesawat TNI dilaporkan hampir menabrak pesawat yang ditumpangi Deputi Perdana Menteri Papua Nugini, sehingga memicu keluarnya ancaman pengusiran terhadap Dubes RI di PNG. Tetapi pihak TNI membantah tuduhan tersebut.

    "Bukan mau tabrakan, namun 29 november 2011 pukul 9.57 lalu Pesawat Sukhoi TNI AU membayangi pesawat Falcon 900 PNG P2AN. Untuk mengidentifikasi secara visual mengingat flight clearance tidak seusai dengan yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan," jelas juru bicara TNI Iskandar Sitompul kepada Okezone lewat sambungan telepon Jumat (6/1/2012).

    "Namun setelah itu, identifikasi secara visual selesai. Pesawat kemudian melanjutkan perjalanan," tuturnya.

    Iskandar pun menegaskan, kembali tidak ada insiden tabrakan ataupun kejadian hampir bertabrakan antara pesawat Sukhoi TNI dengan pesawat yang ditumpangi oleh deputi PM Papua Nugini Belden Namah. Menurutnya, pesawat TNI hanya melakukan tugas sesuai prosedur untuk mengetahui kepastian asal pesawat.

    "Tidak benar mau tabrakan. Hanya membayangi untuk mengidentifikasi dan seluruh permasalahan ini sudah ditangani Menkopolhukam," imbuhnya.

    Kasus ini mencuat setelah Parlemen Papua Nugini, yang mendukung rencana PM Papua Nugini, hendak mengusir Dubes RI di Papua Nugini Andreas Sitepu. Pihak Papua Nugini menuduh dua pesawat TNI hendak menabrak pesawat yang ditumpangi oleh deputi PM Belden Namah.

    Bahkan pihak pemerintah PNG menuduh bahwa Indonesia bermaksud untuk memata-matai mereka. Alhasil mereka pun menuntut penjelasan dan bila tidak mendapatkan keinginan mereka dalam waktu 48 jam, maka seluruh hubungan diplomatik antara Indonesia dan Papua Nugini akan hancur.

    Klarifikasi Kemlu

    Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia menyampaikan tanggapannya terkait insiden angkasa antara pesawat tempur RI dengan pesawat asing milik Papua Nugini (PNG). Menurut Kemlu, memang ada penghadangan, namun hal tersebut dinyatakan sesuai prosedur.

    Demikian rilis Direktorat Informasi dan Media Kemlu yang diterima detikcom, Jumat (6/1/2012).

    Kemlu menyebut insiden tersebut sebagai intersepsi (pencegatan dan penghadangan) pesawat TNI AU terhadap pesawat asing yang membawa Deputi Perdana Menteri Papua Nugini, Belden Namah, saat melintasi wilayah Negara RI pada 29 November 2011 lalu.

    Kemlu menyatakan, pihaknya telah memanggil Duta Besar Papua Nugini untuk RI guna mengklarifikasi hal tersebut.
    Hasilnya dinyatakan, apa yang dilakukan pesawat tempur TNI AU tersebut tidaklah menyalahi aturan dan sesuai prosedur.

    Demikian tanggapan lengkap yang disampaikan Kemlu:

    1. Pada sore hari ini tanggal 6 Januari 2012, Menlu RI telah memanggil Dubes Papua Nugini di Jakarta, Peter Ilau untuk menyampaikan penjelasan mengenai masalah intersepsi di atas yang disebabkan karena adanya permasalahan teknis dalam flight clearance pesawat dimaksud.

    2. Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia, dalam hal ini TNI Angkatan Udara untuk melakukan intersepsi terhadap pesawat dimaksud telah sesuai dengan prosedur yang berlaku di Indonesia dan di negara-negara lain pada umumnya. Tindakan yang diambil oleh Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) adalah melakukan identifikasi elektronik dengan radar dan identifikasi visual dengan cara intersepsi sesuai prosedur standar.

    3. Hal ini dilakukan karena terdapat perbedaan data antara flight clearance yang dimiliki Kohanudnas dan hasil tangkapan radar bandara maupun radar Kohanudnas. Intersepsi yang dilakukan oleh pesawat TNI AU sesuai dengan prosedur dan tidak pernah membahayakan pesawat dimaksud.

    4. Duta Besar PNG di Indonesia menyampaikan apresiasi atas penjelasan yang disampaikan Menlu RI dan akan meneruskan pesan tersebut kepada Pemerintahannya.

    Sumber : DETIK/OKEZONE
    Readmore --> Update : Klarifikasi Kemhan Dan Kemlu Terkait Penghadangan Pesawat Papua Nugini

    Kemhan Kirim 130 Teknisi Pembuatan Kapal Selam Ke Korsel Bulan Depan

    Jakarta - Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan mengirim 130 personel ke Korea Selatan (Korsel) untuk proyek pembuatan kapal selam. Mereka diambil dari anggota TNI AL, ahli kapal selam dari PT PAL, dan sejumlah akademisi dari Institus Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya.

    "Pada 36 bulan pertama, mereka hanya akan memperhatikan cara membuat kapal selam," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan, Brigjen TNI Hartind Asrin saat dihubungi di Jakarta, Jumat (6/1).

    Adapun pemberangkatan akan dilakukan bertahap. Hartind menjelaskan dua dari tiga kapal selam yang dibeli Indonesia akan dibuat di Korsel melalui perusahaan galangan Daewoo Shipbuiliding Marine Enginering (DSME). Pembuatan kapal selam pertama berlangsung dalam kurun 36 bulan. Selama itu pula teknisi dari Indonesia akan memperhatikan dengan saksama cara mereka merakit hingga akhirnya kapal selam itu selesai.

    Pada pembuatan kapal selam kedua, barulah para teknisi itu ikut turun. Namun, masih akan dibantu dari pihak Korsel. "Separo teknisi dari kita, separo dari mereka," katanya.

    Pembuatan kapal selam kedua ini diperkirakan lebih singkat, yakni hanya 20 bulan. Pasalnya, pihak Korsel dan Indonesia menargetkan bisa membangun dua kapal selam itu dalam kurun 56 bulan atau sekitar 4,5 tahun. "Diperkirakan dua kapal selam itu akan selesai pada pertengahan 2016," ujar Hartind.

    Untuk pembuatan kapal selam ketiga, pengerjaan sepenuhnya dilakukan teknisi Indonesia. Pembuatan kapal selam ketiga akan dilakukan di galang an PT PAL di Surabaya. Namun, pihak DSME tetap akan mengawasi pembuatannya. Diperkirakan bisa selesai sekitar 2019. "Proses pembuatannya diperkirakan memakan waktu antara 24-36 bulan," katanya.

    Kapal selam berjenis 209 dengan teknologi setara jenis 214 ini diperkirakan menghabiskan dana 1 miliar dollar atau 10 triliun rupiah. Pembayarannya menggunakan anggaran APBN 2010-2014. Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksma Untung Suropati mengatakan harga sebesar itu terhitung murah dibandingkan penawaran yang dilakukan perusahaan lain.

    Sumber : Koran Jakarta
    Readmore --> Kemhan Kirim 130 Teknisi Pembuatan Kapal Selam Ke Korsel Bulan Depan

    Norwegia Tawarkan Hibah C-130 H Murni Ke Indonesia

    Jakarta - Australia memastikan bakal menghibahkan empat unit pesawat angkut berat Hercules C-130 seri H kepada Indonesia. Meski berstatus hibah, pengadaan pesawat tersebut tidak gratis. Pemerintah Indonesia masih harus mengeluarkan dana ratusan miliar rupiah guna mereparasi pesawat itu di Australia.

    "Secara resmi nanti diserahkan kalau kita sudah mempersiapkan anggaran untuk reparasi dan upgrade. Anggaran untuk itu sudah diketok pada 2012," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Istana Kepresidenan, Kamis (5/1).

    Purnomo belum bisa memastikan kebutuhan dana untuk reparasi pesawat bekas pakai Angkatan Udara Australia tersebut. Rencana hibah itu sebenarnya sudah dibahas awal tahun lalu, namun baru terealisasi karena menunggu persetujuan Amerika Serikat.

    TNI-AU kini memiliki 21 unit Hercules dan berencana menambah sembilan unit lagi. Dengan tambahan empat unit, TNI-AU akan mengoperasikan dua unit untuk pesawat tangki, dua unit untuk pesawat VIP, dan sisanya untuk operasi angkutan dua batalyon.

    "Tipe Hercules yang akan dihibahkan adalah tipe H, diremajakan kembali dan akan digunakan TNI Angkatan Udara untuk menggantikan tipe B yang sudah sangat tua," jelas Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Muda TNI Rodi Suprasodjo.

    Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat mengakui masih menjajaki tawaran Hercules dari sejumlah negara. Selain hibah Australia, Amerika Serikat menawarkan pembelian enam unit Hercules C-130 tipe E dan J dengan potongan harga khusus. Pesawat tersebut sedianya akan dikirimkan ke tiga negara di Asia dan Afrika, namun dialihkan ke Indonesia.

    Pemerintah Norwegia juga menawarkan hibah murni empat unit pesawat angkut C-130 Hercules tipe H kepada Indonesia. Berbeda dengan Australia dan Amerika yang masih membebankan biaya reparasi kepada Indonesia, tawaran dari Norwegia sudah termasuk biaya reparasi sehingga nilai hibah empat pesawat mencapai USD 66 juta.

    Selain pesawat bekas, pada 30 Desember lalu Indonesia membeli enam unit pesawat tempur Sukhoi Su-30 MK2 senilai USD 470 juta berikut suku cadangnya. Seperti sebelumnya, pembelian pesawat itu kosong tanpa senjata. Tahun ini pemerintah baru menganggarkan pembelian rudal udara ke darat dan rudal udara ke udara bagi sepuluh Sukhoi.

    Saat ini Indonesia telah memiliki enam Sukhoi Su-27 SKM dan empat Sukhoi Su-30 MK2. Enam pesawat baru tersebut akan ditempatkan di Makassar.

    Sumber : JPNN
    Readmore --> Norwegia Tawarkan Hibah C-130 H Murni Ke Indonesia

    Friday, January 6, 2012 | 5:02 PM | 3 Comments

    Papua Nugini Akan Mengusir Dubes Indonesia Atas Insiden Dua Pesawat Tempur TNI AU

    Jakarta - Papua Nugini (PNG) Perdana Menteri Peter O'Neil telah mengancam akan mengusir Duta Besar Indonesia dari Port Moresby, Andreas Sitepu, menyusul insiden November lalu di wilayah udara Indonesia.

    Dua pesawat tempur TNI AU hampir hampir bertabrakan dengan pesawat yang membawa wakil perdana menteri dan pejabat senior pemerintah PNG yang kembali dari Malaysia, radioaustralianews.net.au melaporkan pada hari Jumat.

    Wakil Perdana Menteri PNG Belden Namah mengatakan bahwa pesawat tempur TNI bertindak agresif dengan maksud untuk mengintimidasi.

    "Saya sangat marah dan saya meminta penjelasan dari pemerintah Indonesia. Jika saya tidak mendapatkan penjelasan dalam waktu 48 jam, semua hubungan diplomatik antara Indonesia dan Papua Nugini akan tegang," kata Namah seperti dikutip oleh news portal.

    "Saya sudah berbicara dengan duta besar indonesia, dan bila ini terjadi maka kami mendeportasi duta besar Indonesia untuk meninggalkan negara ini dan menarik duta besar kami dari Jakarta, kami akan melakukannya."

    Kementerian Luar Negeri Indonesia dan Departemen Pertahanan Indonesia mengatakan mereka akan mengeluarkan konfirmasi pada sore ini.

    Sumber : TJP/MIK
    Readmore --> Papua Nugini Akan Mengusir Dubes Indonesia Atas Insiden Dua Pesawat Tempur TNI AU

    Thursday, January 5, 2012 | 9:40 PM | 0 Comments

    Menhan : Indonesia Akan Merenovasi 4 Hercules Hibah dari Australia

    Jakarta - Pemerintah Indonesia kembali mendapatkan hibah pesawat tempur. Kali ini, 4 pesawat hercules seri C130 seri H akan dihibahkan dari Australia untuk kepentingan pertahanan Indonesia.

    "Iya betul," kata Menhan Purnomo Yusgiantoro saat dikonfirmasi soal kabar penerimaan 4 pesawat itu di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Kamis (5/1/2012).

    Menurut Purnomo, pesawat jumbo itu akan dibawa ke Tanah Air setelah melewati proses renovasi. Namun pemerintah masih harus menyiapkan dananya terlebih dahulu.

    "Anggaran itu kan sudah diketok untuk 2012, nanti akan kita persiapkan untuk APBN Perubahan," ungkapnya.

    Lebih lanjut Purnomo menerangkan, pesawat tersebut akan digunakan untuk penanggulangan bencana dan kepentingan transportasi pasukan. Meski bekas, pesawat itu dijamin masih bagus.

    "Seri C130 seri H, bagus itu masih bagus. Seri pertama kan A, B, C, D ini ada seri H," urainya.

    Berapa biaya untuk renovasi pesawat? Purnomo belum bisa memastikan. Yang jelas, dana yang diperlukan berada di kisaran ratusan miliar.

    "Sebenarnya bolanya di kita, dan dananya nggak besar. Ratusan miliar sajalah," ungkapnya.

    Sumber : DETIK
    Readmore --> Menhan : Indonesia Akan Merenovasi 4 Hercules Hibah dari Australia

    Pangkalan kapal selam TNI-AL dibangun di Teluk Palu

    Donggala, Sulteng - TNI Angkatan Laut sedang membangun sebuah pangkalan khusus untuk kapal selam dan kapal-kapal perang di Teluk Palu.

    "Pembangunannya sudah dimulai tahun 2011 di dermaga Pangkalan TNI AL (Lanal) Kelurahan Loli, Kota Palu," kata Dan Lanal Palu Kolonel Laut (P) Budi Utomo kepada ANTARA di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Donggala, sekitar 35 km utara Kota Palu, Kamis.

    Menurut dia, pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemkot Palu telah membantu TNI AL berupa lahan seluas tiga hektare untuk mengembangkan Dermaga Lanal di Loli tersebut menjadi pangkalan kapal-kapal selam dan KRI.

    Di atas lahan tersebut, TNI AL akan membangun berbagai sarana dan fasilitas untuk kepentingan pelayanan terhadap alutsista TNI AL itu agar bisa berfungsi maksimal sebagai tempat istirahat, perbaikan dan pengisian logistik kapal-kapal selam dan kapal perang.

    Fasilitas yang sedang dan akan dibangun adalah asrama untuk awak kapal dan juga sarana dan fasilitas untuk perbaikan kapal.

    "Pangkalan itu sekarang sudah bisa digunakan hanya belum maksimal. Sudah pernah diuji coba dengan kapal selam dan sudah rutin digunakan oleh KRI-KRI yang beroperasi di alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) III Laut Banda," ujar Budi.

    Menurut Budi, Dermaga Lanal Palu di Loli ini merupakan pangkalan kapal selam satu-satunya di luar Jawa. Teluk Palu ini dipilih karena lokasinya yang sangat strategis dan konfigurasi alur lautnya yang istimewa dan tidak terdapat di teluk lain di Indonesia bahkan mungkin di dunia.

    "Alur laut teluk Palu mulai dari Laut Banda sampai Loli mencapai panjang 30 kilometer dengan lebar 10 km dan kedalaman 400 meter. Ini sangat istimewa, sehingga raksasa sekelas kapal induk Amerika Serikat pun bisa masuk di sini," ujarnya.

    Lokasinya juga strategis karena jarak ke Malaysia 300 kilometer dan ke Makassar juga 300 kilometer, jadi berada di tengah-tengah dua titik penting dalam strategi pertahanan nasional.

    "Kondisi perairan Teluk Palu ini pun tidak akan terpengaruh oleh kondisi cuaca dan iklim bagaimanapun yang terjadi di ALKI III. Jadi teluk ini sangat cocok untuk dijadikan tempat parade kapal perang seperti yang pernah dilaksanakan di Manado," ujarnya.

    Ketika ditanya berapa dana yang dikucurkan dan kapan pembangunan pangkalan kapal selam ini selesai dan beroperasi penuh, Budi Utomo mengaku tidak tahu karena hal itu tergantung pada pendanaan dari Mabes TNI AL.

    "Dana pembangunannya dikucurkan bertahap dari Mabes. Proyeknya ada di Mabes, kami hanya menerima saja," ujar Budi disela-sela acara penyerahan kapal bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada para nelayan dari lima kabupaten di Sulteng.

    Ia juga tidak menyebutkan berapa kapal selam yang akan berpangkalan di Dermaga Loli ini, namun menyebut bahwa dalam waktu dekat ini, TNI AL akan membeli tiga kapal selam baru dan tidak tertutup kemungkinan kapal-kapal itu akan ditempatkan di pangkalan Loli ini.

    sumber : Antara
    Readmore --> Pangkalan kapal selam TNI-AL dibangun di Teluk Palu

    Wamenhan : Pengadaan Alutsista Terapkan 'Defense Support Economy'

    Batam - Kementerian Pertahanan menerapkan prinsip "defense support economy" dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan. Untuk itu Kemhan mengundang industri persenjataan nasional untuk turut serta dalam memenuhi kebutuhan persenjataan Tentara Nasional Indonesia.

    Wakil Menteri Pertahanan Letjen Sjafrie Sjamsoeddin menyampaikan hal itu dalam kunjungan kerja ke Batam, Rabu (4/1), untuk melihat industri galangan kapal yang ada. Dalam kunjungan sehari itu, Wamenhan juga melihat fasilitas pemeliharaan dan perbaikan yang dimiliki TNI-AL di Mentingi, Tanjung Uban.

    "Sebagai bagian pembangunan "minimum essential force", pemerintah memutuskan untuk memperbaiki alutsista yang dimiliki TNI. Hanya saja penguatan pertahanan akan dilakukan sejalan dengan upaya penguatan ekonomi nasional," ujar Sjafrie.

    Menurut Wamenhan, harapan bagi turut terdorongnya kegiatan ekonomi dalam pengadaan alutsista bukanlah sesuatu yang mengada-ada, karena industri pertahanan membutuhkan banyak tenaga kerja. Industri-industri galangan kapal yang ada di Batam misalnya, mempekerjakan banyak sarjana perkapalan dan juga lulusan sekolah menengah kejuruan bidang perkapalan.

    Sjafrie melihat ada beberapa industri galangan kapal nasional yang mampu memenuhi kebutuhan kapal bagi TNI-AL. Salah satunya PT Palindo Jaya yang sudah menghasilkan dua kapal rudal yakni KRI Clurit dan KRI Kujang.

    "Kita melihat bagaimana sarjana-sarjana kita mendapat kesempatan untuk mempraktikkan ilmu mereka. Kita juga bisa mendapatkan kapal yang lebih murah yakni Rp73 miliar untuk satu kapal," kata Sjafrie.

    Mengenai penunjukkan industri persenjataan nasional yang akan mendapat kesempatan untuk berperan serta, Kemhan menunjuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan untuk melakukan audit. Mantan Sekretaris Menteri BUMN Muhammad Said Didu ditunjuk sebagai Ketua KKIP.

    Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Muda Sumartono menambahkan, TNI-AL membutuhkan sekitar 24 kapal rudal untuk menjaga kawasan Barat Indonesia. Mengenai jadwal pengadaannya, TNI-AL menyesuaikan dengan anggaran yang dimiliki negara.

    Dengan kapal yang dilengkapi peluru kendali, Sumartono menilai TNI-AL akan memiliki deteren lebih untuk menjaga wilayah Indonesia. Apalagi peluru kendali yang akan dipasangkan mempunyai jarak tembak hingga 120 km.

    Menurut Wamenhan, penguatan TNI-AL menjadi perhatian karena dua pertiga wilayah Indonesia adalah perairan. Selain kapal-kapal permukaan, TNI-AL akan mendapatkan tiga kapal selam.

    Tiga kapal selam yang akan diadakan, dibeli dari Korea Selatan. Pilihan Korea Selatan didasarkan atas alih teknologi yang diberikan oleh pihak Korsel. Sekitar 130 ahli perkapalan dari PT PAL dan perguruan tinggi akan ikut terlibat mulai dari desain pembuatan. Kapal selam ketiga bahkan sudah disepakati akan dibuat sepenuhnya di PT PAL Surabaya.

    Sumber : MetroTV News
    Readmore --> Wamenhan : Pengadaan Alutsista Terapkan 'Defense Support Economy'

    Wamenhan : Swasta Cepat Kuasai Alih Teknologi Galangan Kapal Daripada PT PAL

    Batam - Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menilai penguasaan alih teknologi oleh perusahaan galangan kapal swasta nasional jauh lebih cepat dibandingkan perusahaan sejenis milik pemerintah.

    "Kita harapkan penguasaan alih teknologi dapat cepat dilakukan oleh PT PAL, sehingga ke depan kita juga sudah memiliki teknisi-teknisi muda untuk pembuatan kapal selam," katanya di sela-sela kunjungan kerjanya di Batam, Rabu.

    Ia menilai dari hasil kunjungan ke beberapa perusahaan galangan kapal swasta di Batam, diantaranya bahkan telah memiliki teknisi-teknisi muda perkapalan yang dapat diandalkan untuk memajukan industri kapal nasional.

    "PT Palindo misalnya, telah memiliki teknisi muda mulai usia 20 tahunan dengan pendapatan yang bersaing. Jadi kita memiliki teknisi-teknisi muda yang siap memajukan industri perkapalan nasional, sekaligus perekonomian nasional (tenaga kerja-red)," katanya.

    Sjafrie menambahkan sejumlah perusahaan galangan kapal swasta telah menjadi tempat peningkatan keahlian dari para calon teknisi perkapalan muda mulai dari tingkat STM hingga sarjana strata satu.

    "Ini yang harus dilakukan PT PAL, untuk melakukan pembenahan dari sisi rekruitmen agar para teknisi muda yang disiapkan benar-benar memiliki kemampuan, keahlian dan menguasai alih teknologi untuk memandirikan industri kapal nasional," ujar Sjafrie.

    Dalam kunjungannya ke Batam, Wakil Menhan melakukan kunjungan ke PT Bandar Abadi Shipyard, PT Citra Shipyard, dan PT Palindo Marine Shipyard (meninjau production line dan peninjauan KCR).

    Selain itu akan pula mengunjungi Fasharkan Mentigi, Dermaga Punggur dan Puskodal TNI-AL

    Sumber : ANTARA
    Readmore --> Wamenhan : Swasta Cepat Kuasai Alih Teknologi Galangan Kapal Daripada PT PAL

    Kosekhanudhas Wilayah Barat Akan Melakukan Pengadaan Rudal Balistik KY-80

    ilustrasi.

    Medan (MIK/WDN)- Komando Pertahanan Udara Nasional (Kosekhanudnas) Medan telah memeriksa rudal balistik buatan luar negeri untuk mendorong pertahanan di wilayah tersebut.

    "Jenis rudal balistik itu adalah KY-80," kata Kepala Kosekhanudnas Marsekal Bonar Hutagaol di Medan, Rabu.

    Dia mengatakan sebagai unit yang ditugaskan mengamankan udara di wilayah barat, Kosekhanudnas membutuhkan rudal balistik dengan kapasitas untuk menghancurkan rudal balistik pesawat dan menghancurkan musuh. Sekarang jumlah rudal balistik Kosekhanudnas III medan masih cukup seperti yang digunakan oleh sejumlah Batalyon Artileri Pertahanan Udara menengah (Arhanudse).

    Namun, Kosekhanudnas masih membutuhkan rudal balistik yang lebih dalam mengantisipasi segala kemungkinan. Oleh karena itu Kosekhanudnas melakukan ujicoba rudal balistik di gurun Gobi, Cina, dan hasilnya sangat baik dan cocok untuk memperkuat pertahanan udara di Indonesia.

    Hasil pemeriksaan uji coba akan diserahkan kepada Mabes TNI untuk membuat keputusan yang diperlukan. Kemudian hasilnya akan dipelajari lebih mendalam. "Kemudian keputusan akan dibuat yang terbaik bagi Indonesia."

    Untuk meningkatkan Armada pesawat tempur yang terbatas, KSAU Marsekal Imam Sufaat akan merencanakan membangun armada pesawat tempurnya menuju MEF pada tahun 2025. Selain itu KSAU juga akan melakukan pengadaan radar untuk pangkalan udara yang belum terjangkau dengan radar seperti di Tanjung Pinang.

    Sehingga Seluruh Sektor III (Medan) sudah tercover seluruhnya.

    Sumber : KOMPAS/WDN/MIK
    Readmore --> Kosekhanudhas Wilayah Barat Akan Melakukan Pengadaan Rudal Balistik KY-80

    KRI Kujang - 642 Akan Memperkuat Armada TNI AL

    KRI Kujang-642 (Foto: Audry/kaskus)

    Batam - Jajaran Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) terus memperkuat armada lautnya. Setelah KRI Celurit-641,dalam waktu dekat giliran KRI Kujang-642 yang akan memperkuat armada laut TNI AL.

    Keduanya merupakan kapal kawal cepat rudal (KCR) produksi dalam negeri yang dikerjakan galangan kapal PT Palindo Marine,Batam. Kedua kapal untuk patroli tersebut memiliki spesifikasi yang hampir sama yakni panjang 44 meter, lebar 7,4 meter, berbobot 250 ton, dan mampu berlayar dengan kecepatan maksimum 30 knot. Kapal dipersenjatai rudal C-705, meriam kaliber 30 mm enam laras, serta meriam anjungan dua unit kaliber 20 mm.

    Pengadaan kapal KCR memang menjadi salah satu program penguatan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI AL.Hingga 2024 TNI AL butuh 24 unit kapal jenis ini.“Kapal akan dioperasikan di wilayah Armada Barat dan Sulawesi Utara,”kata Asrena KSAL Laksamana Muda TNI Sumartono di Batam kemarin. KSAL Laksamana TNI Soeparno sebelumnya mengatakan, program penambahan alutsista TNI AL pada 2012 adalah pengadaan kapal selam dan kapal permukaan.

    “Ada tiga kapal selam, dua kapal permukaan frigate jenis perusak kawal rudal (PKR) dan 20 kapal patroli cepat dan kapal cepat torpedo,” ujarnya. Satu unit kapal tersebut berharga sekitar Rp75 miliar. Pada pengadaan pertama yakni KRI Celurit, pemerintah bekerja sama dengan Bank Mandiri untuk pembiayaannya.

    Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, pengadaan alutsista TNI AL meliputi kapal kombatan dan nonkombatan seperti kapal tanker dan kapal angkut tank. Kapal perang dalam waktu dekat diserahkan kepada KRI Kujang-642.Selain KCR dari galangan kapal di Batam,TNI AL juga segera diperkuat kapal-kapal perang produksi galangan kapal di Banyuwangi, Trimaran.

    Nama terakhir ini juga menggunakan senjata peluru kendali dengan jarak tembak 120 km.TNI AL memesan empat unit dan dalam waktu dekat satu di antaranya sudah bisa diserahkan. Meski demikian, Trimaran berbeda dengan Celurit maupun Kujang. Dari segi bahan, Trimaran menggunakan komposit serat karbon, sedangkan Celurit dan Kujang terbuat dari gabungan baja khusus high tensile steel dan aluminium marine grade.

    Trimaran juga mampu melaju lebih kencang 5 knot dari Celurit dan Kujang. Kapal-kapal kecil dinilai cocok dengan kondisi geografis Indonesia yang berupa kepulauan, dibandingkan dengan kapal besar seperti yang banyak digunakan dalam Perang Pasifik. Namun, kapal-kapal tersebut harus dilengkapi dengan persenjataan yang canggih seperti peluru kendali.

    Sekjen Kemhan Marsdya TNI Erris Heryanto mengatakan, pemerintah sedang bersiap untuk memproduksi peluru kendali (rudal) yang akan dipakai mempersenjatai kapal perang KCR yakni C-705. Produksi akan menggandeng perusahaan di China yaitu Sastind. “TNI AL akan menggunakan ini di kapal-kapal patrolinya.Rudal ini memiliki jangkauan 110-120 km dan dipersiapkan untuk sasaran permukaan,”ujarnya.

    Sumber : SINDO
    Readmore --> KRI Kujang - 642 Akan Memperkuat Armada TNI AL

    Wamenhan: Industri Perkapalan Nasional Harus Mempunyai Daya Saing

    Batam - Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin meminta industri pertahanan nasional, termasuk industri perkapalan agar membenahi sistem manajerialnya sehingga memiliki daya saing yang kuat dan sehat tidak saja di dalam tetapi juga luar negeri.

    "Saya bersama tim datang untuk melihat langsung kinerja dan sistem manajerial yang dilakukan perusahaan-perusahaan kapal swasta dalam mendukung kebutuhan TNI, khususnya TNI Angkatan Laut," katanya, dalam kunjungan kerjanya di tiga perusahaan galangan kapal swasta di Batam, Rabu.

    Ia menilai, perusahaan kapal swasta memiliki potensi yang besar untuk menghasilkan produk kapal yang berdaya saing tinggi, tidak saja untuk kapal niaga tetapi juga militer.

    "Namun, untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai kebutuhan operasional TNI yang diperlukan, harus didukung daya mampu yang memadai secara manajerial, terutama tingkat keahlian dan kemampuan sumber daya manusianya," katanya.

    Para pengusaha kapal swasta juga harus mampu berinteraksi dengan Kementerian Pertahanan/TNI untuk lebih memahami spesifikasi teknik dan kebutuhan operasional yang dibutuhkan, lanjut Sjafrie.

    Hal tersebut terkait dengan kebijakan politik negara untuk membangun sistem pertahanan yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

    "Dengan banyaknya perusahaan kapal baik nasional maupun swasta yang berdaya saing tinggi, maka kemampuan SDM mau tidak mau akan meningkat. Daya serap tenaga kerja pun semakin tinggi, dan ini berarti mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya.

    Dari segi politik, perusahaan kapal nasional dan swasta yang berdaya saing tinggi dapat memacu kemandirian industri pertahanan nasional, yang berujung pada posisi tawar Indonesia, kata Sjafrie menambahkan.

    Karena itu, pemerintah telah mencanangkan modernisasi alat utama sistem senjata selama 2009-2024 secara bertahap, terutama untuk alat utama sistem senjata bergerak seperti kendaraan tempur, pesawat tempur, dan kapal selam.

    "Karena itu, saya harapkan semua perusahaan kapal di Indonesia baik nasional seperti PT PAL dan perusahaan kapal swasta dapat memperbaiki kinerja manajerialnya, kepemimpinannya, kemampuan SDM dan lainnya sehingga mampu saling bersaing secara sehat. Semua memiliki peluang sama," katanya.

    Dalam kunjungannya ke Batam, Wakil Menhan melakukan kunjungan ke PT Bandar Abadi Shipyard, PT Citra Shipyard, dan PT Palindo Marine Shipyard (meninjau production line dan peninjauan KCR).

    Selain itu juga akan mengunjungi Fasharkan Mentigi, Dermaga Punggur dan Puskodal TNI-AL.

    Sumber : ANTARA
    Readmore --> Wamenhan: Industri Perkapalan Nasional Harus Mempunyai Daya Saing

    Wednesday, January 4, 2012 | 7:45 PM | 1 Comments

    Wamenhan : Pemerintah Genjot Alih Teknologi Kapal Selam Korea

    Batam - Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoedin memastikan pemerintah bakal mendorong percepatan alih teknologi pembuatan kapal perang dalam negeri. Selama ini industri kapal dalam negeri baru bisa memproduksi non-kapal perang, seperti kapal patroli dan kapal angkut. Sedangkan, untuk kapal selam, masih mengandalkan teknologi asing. "Pemerintah sudah memprioritaskan anggaran alat utama sistem persenjataan (alutsista) angkatan laut untuk transfer teknologi," ujar Sjafrie saat meninjau industri kapal di Batam, Kepulauan Riau, Rabu, 4 Januari 2012.

    Pada 20 Desember lalu, Kementerian Pertahanan sudah menandatangani kontrak pengadaan tiga unit kapal selam dengan perusahaan galangan kapal asal Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding Marine Enginering (DSME). Menurut Sjafrie, kerja sama dilakukan dengan model produksi bersama agar terjadi alih teknologi. Penambahan alutsista kapal selam ini diharapkan menjadi wadah penguatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) lokal dalam pembuatan kapal selam.

    Menurut Sjafrie, alih teknologi pembuatan kapal selam sudah masuk dalam kontrak pembelian tiga kapal selam itu. Berdasarkan kontrak, ketiga kapal ini menghabiskan biaya sekitar US$ 1,80 miliar yang diambil dari alokasi pengadaan alutsista tahun 2010-2014.

    Kepala Badan Sarana Pertahanan Mayor Jenderal Ediwan Prabowo mengatakan, untuk menjamin terlaksananya alih teknologi, pembuatan kapal selam ketiga akan dilakukan sepenuhnya di Indonesia melalui perusahaan produsen kapal pelat merah PT PAL.

    Pembuatan kapal pertama dilakukan sepenuhnya di Korea dengan mendatangkan tenaga ahli PT PAL Surabaya untuk belajar ke Daewoo. Mereka akan diminta belajar tahapan desain dan turut dalam tahapan persiapan pembangunan kapal selam kedua.

    Rencananya, dalam pembuatan kapal tahap pertama, akan dikirim sekitar 30 tenaga ahli. Sedangkan, pada pembuatan kapal kedua, pemerintah akan mengirim hingga 130 orang untuk mulai terlibat dalam praktek pembuatan kapal selam. Barulah nanti pembuatan kapal ketiga sepenuhnya bisa dibuat langsung di PT PAL. "Kami berharap pada akhirnya SDM lokal bisa membuat kapal selam secara penuh," ujarnya di tempat yang sama.

    Ediwan menuturkan pemerintah menargetkan kapal selam pertama sudah rampung pada 2015. Sedangkan kapal kedua dan ketiga berturut-turut selesai pada 2016 dan 2017. Pengadaan tiga unit kapal selam baru ini akan digunakan untuk melengkapi armada tempur TNI Angkatan Laut. Saat ini Indonesia baru memiliki dua kapal selam, yaitu KRI Cakra dan KRI Nanggala, yang sudah beroperasi lebih dari sepuluh tahun.

    Tiga kapal selam yang sudah dipesan ini memiliki bobot dan daya angkut yang lebih besar, dengan peralatan dan persenjataan yang lebih baru. "Dengan kehadiran tiga kapal selam baru ini, diharapkan daya tempur dan daya tangkal TNI Angkatan Laut semakin kuat," ujarnya.

    sumber: Tempo
    Readmore --> Wamenhan : Pemerintah Genjot Alih Teknologi Kapal Selam Korea

    Panglima TNI Kunjungi Replika KRI Macan Tutul-602

    Jakarta - Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal), Laksamana TNI Soeparno mendampingi Panglima TNI, Laksamana TNI Agus Suhartono,S.E meninjau peletakan replika KRI Macan Tutul-602 sebagai pelaku pertempuran di Laut Aru saat operasi pembebasan Irian Barat tahun 1962, di mana replika dari KRI tersebut saat ini diletakkan di Museum Bhakti TNI, Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta Timur.

    Selain Kasal, turut hadir dalam kesempatan tersebut, Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Marsetio,M.M, Asisten Panglima TNI serta Para Asisten Kasal dan para kepala dinas di jajaran Maarkas Besar Angkatan Laut Jakarta.

    Dalam gambar tampak Kasal Laksamana TNI Soeparno (kiri) dan Wakasal Laksamana Madya TNI Marsetio,M.M (kanan) saat mendampingi Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono,S.E (tengah) meninjau replika KRI Macan Tutul-602 di Museum Bhakti TNI, Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.

    Sumber : POS KOTA
    Readmore --> Panglima TNI Kunjungi Replika KRI Macan Tutul-602

    Hingga 2024, KCR Akan Diproduksi 24 Unit

    Batam - Pemerintah Indonesia menargetkan pembuatan 24 unit kapal cepat berpeluru kendali hingga 2024.

    Asisten Perencanaan Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana Muda TNI Sumartono di Batam, Rabu mengatakan kedua puluh empat unit Kapal Cepat Rudal (KCR) itu akan disebar ke wilayah Barat Indonesia dan Sulawesi Utara.

    Saat mendampingi kunjungan kerja Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, ia menambahkan,"Kapal Cepat Rudal sangat diperlukan untuk wilayah perairan yang memiliki ombak rendah atau kepulauan,".

    TNI Angkatan Laut kini telah mengoperasikan Kapal Cepat Rudal (KCR) KRI Clurit-641, sedangkan satu unit lainnya yakni KRI Kujang-642 dalam tahap melengkapi peralatan dan persenjataan.

    Kedua kapal buatan PT Palindo Marine memiliki panjang 43 m, lebar ,40 m, berat 250 ton, kecepatan cepat 27 knots dan akan dipersenjatai rudal C-705 dan meriam kal 30 mm enam laras dan meriam anjungan dua unit kal 20 mm.

    Pada kesempatan itu, Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin menyaksikan langsung sailing pass KRI Kujang dari Batam ke Bintan dengan kecepatan 20 Knots.

    PT Palindo kini sedang melakukan penyelesaian KCR ketiga dan pada 2014 diharapkan telah berhasil menyelesaikan enam KCR.

    Sumber : Antara
    Readmore --> Hingga 2024, KCR Akan Diproduksi 24 Unit

    English News : Jakarta's Security Policy Off The Mark

    Jakarta - When the United States and Australia recently announced that US Marines would begin regular training in the Northern Territory, all that some Indonesian legislators could think about was not the strategic balancing act with China, but the threat they thought the deployment posed to Jakarta's control over Papua.

    Bemused diplomats could only marvel at the befuddled thinking of overly nationalist, conspiracy-minded politicians, some of whom even voiced suspicions that the move was linked to the now-ended strike at Papua's US-owned Grasberg copper and gold mine.

    What it did reveal was the depth of unease being felt over the situation in Indonesia's most restive province and, in a broader sense, the fact that at a time of heightened regional tensions, the discourse in the corridors of power is overwhelmingly internal.

    Memories remain fresh over Timor Leste's decision to break away from Indonesia in 1999, which many shocked citizens blamed - and still blame - on the international community. After all, they had never seen it coming.

    In contrast to the public indifference shown towards the former Portuguese territory during much of Jakarta's brutal 25-year rule, Parliament and the media are showing more than a passing interest in recent events in Papua, where Indonesia seems to be making the same mistakes.

    Missing in action in the debate over the country's strategic outlook is the Indonesian Armed Forces (TNI), whose new paradigm, formulated in 1998, was meant to take it out of politics and shift its focus to external defense - while retaining the role of preserving national unity.

    The TNI has a less neurotic view of US motives than the politicians, but safeguarding sovereignty continues to dominate its approach to everything, underpinned by a pervasive territorial structure and buttressed by an enduring distrust of civilian governance.

    In its only Defense White Paper, issued in 2003, the military surprisingly had very little to say about big power involvement in the region, dismissing the possibility of external threats and concentrating instead on international terrorism, transnational crime and illegal immigration as the main issues.

    That seems extraordinary for a sprawling archipelago with 81,000 km of coastline and four million sq km of exclusive economic zone, lying astride some of the world's most important trading routes and boasting a hardly formidable navy.

    That, however, is not surprising for TNI watchers. Over the past decade, the TNI leadership has been content to allow the Foreign Ministry to take the lead in pursuing a 'free and active' policy that enhances Asean's role as a burgeoning regional community and seeks to strike a balance between the US and China.

    For all of Indonesia's neutral stance, however, US-educated President Susilo Bambang Yudhoyono and his military leaders have clearly not been unhappy to see the Americans restoring their presence in the region.

    When Foreign Minister Marty Natalegawa suggested the Darwin deployment had the potential to "provoke a reaction and counter-reaction that would create a vicious circle of tensions and mistrust", it took only a day for him to back off from those remarks.

    Indeed, with as many as 2,500 Indonesian servicemen training alongside Australian forces in ground, sea and air exercises this year alone, the Indonesian military sees the Marine deployment as a further opportunity for operational engagement.

    While the TNI's wavering relations with the US over the past two decades have been largely defined by the boycott imposed after the 1991 Timor Leste graveyard massacre and the familiar vagaries of congressional politics, its view of China remains foggy.

    By the time Jakarta and Beijing restored diplomatic relations in 1990 after a 23-year hiatus, former defense minister Juwono Sudarsono says the military had long since put China's previous support for the long-defunct Indonesian Communist Party (PKI) behind it.

    But only four years later, Beijing unnecessarily raised suspicions about its future ambitions by appearing to include Indonesia's gas-rich Natuna Islands in its controversial "historic" claim to the South China Sea - and failing to answer an inquiring diplomatic note.

    In fact, maritime expert Hasyim Djalal says it was nearly a decade before the Chinese produced a 'classroom' map, devoid of longitudes and latitudes, which showed the nine dotted lines delineating the country's tongue-shaped claim falling well to the north of the Natunas.

    The former diplomat notes that even the Indonesian military itself seems unsure of where its maritime defense perimeter lies. "I keep asking whether it is our territorial waters, the economic zone or where," he says. "But no one responds to that sort of question."

    Indeed, the Coordinating Ministry for Political and Security Affairs - the obvious body for such things - seems more preoccupied with day-to-day issues than coming up with strategic guidance on what the region might look like in 20 years and how the military should position itself.

    Without that coherent view, the military's shopping list of new hardware, or what it calls its minimum force requirement, seems more tailored to what big-ticket items Singapore and Malaysia have in their inventory than any other consideration, such as disaster relief and maritime security.

    Acquiring two squadrons of F-16 jets may make sense for a country with threadbare air defenses. But why buy 100 surplus Leopard 2A6 main battle tanks (MBTs) and three submarines when, by general agreement, there is a more urgent need for transport aircraft, helicopters and fast patrol boats?

    For a country that has documented so clearly in its 2003 White Paper that it should concentrate on "lower-level" threats such as transnational crime and illegal immigration, the focus on "high-end" MBTs and submarines is somewhat misplaced.

    Source : TJP
    Readmore --> English News : Jakarta's Security Policy Off The Mark

    Tuesday, January 3, 2012 | 3:26 PM | 0 Comments

    TNI AU Sukses Capai Zero Accident Di Tahun 2011

    Jakarta - TNI Angkatan Udara selama tahun 2011 mengklaim sukses menghindari terjadinya kecelakaan dalam tugas latihan dan operasional penerbangan, atau zero accident,"
    Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara, Marsekal Pertama TNI, Azman Yunus mengatakan prestasi tersebut adalah hasil dari upaya pencegahan kecelakaan terbang, dan kerja yang intensif dari segenap jajaran TNI AU.

    "Dengan ini sasaran jangka pendek TNI AU yaitu Zero Accident yang dicanangkan awal tahun 2011 untuk menuju First Class Air Force telah berhasil diwujudkan," katanya.

    Selama 2011, TNI AU bisa mencapai suatu tingkat keamanan operasi penerbangan yang tinggi, dengan pencapaian 48.674 jam terbang, serta tingkat kesiapan alutsista 70 persen untuk mempertanggungjawabkan total anggaran 7,433 triliun rupiah.

    Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal TNI Imam Sufaat, dalam apel khusus menyambut tahun baru 2012 yang dilaksanakan di Mabesau, Cilangkap, Jakarta Timur,Senin, (02/01/2012), mengatakan menyikapi tahun 2012, TNI AU harus jeli dalam membaca situasi nasional.

    Ia juga mengatakan bahwa kebijakan mengenai modernisasi alusista TNI telah direalisasikan secara bertahap selama tahun 2011.

    "Modernisasi merupakan awal kebangkitan yang harus disikapi dengan bijak karena proses penyediaan yang tengah berjalan ini mendapat perhatian dari berbagai elemen bangsa dan media massa," tuturnya.

    Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kedepannya, kebijakan Zero Growth Policiy yang telah diterapkan pemerintah, akan menjadi fokus perhatian. Meningkatkan efisiensi anggaran TNI yang jutru dihabiskan untuk membayar gaji personel.

    Untuk itu, ia mengatakan bahwa anggaran yang diperoleh pada tahun 2012 akan digunakan untuk mendukung 60.000 jam terbang dan mendukung seluruh kegiatan TNI AU.

    Sumber: TRIBUN
    Readmore --> TNI AU Sukses Capai Zero Accident Di Tahun 2011

    Australia Positif Hibahkan Empat Hercules C -130 H Kepada Indonesia

    Jakarta - Pemerintah Australia positif menghibahkan empat unit pesawat C-130 Hercules untuk Indonesia setelah sempat tertunda prosesnya pada 2011.

    "Kemungkinan kedua tim teknis dari masing-masing negara akan bertemu pada pertengahan Januari ini," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Hartind Asrin ketika dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.

    Hartind Asrin mengatakan, dalam pertemuan itu kedua tim akan membicarakan teknis hibah yang akan dilakukan setelah sempat tertunda pada 2011.

    Selain mengadakan pertemuan di Jakarta, akan dilakukan pula pertemuan di Australia untuk melihat langsung empat unit pesawat Hercules yang akan dihibahkan tersebut, lanjut Hartind.

    Kepastian hibah empat unit pesawat Hercules dari Australia itu telah mendapat persetujuan dari Amerika Serikat sebagai produsen pesawat angkut berat Hercules.

    "Namun teknisnya harus dibicarakan lebih lanjut antartim kedua negara. Dan itu akan segera dilakukan mulai pertengahan Januari ini," kata Hartind.

    Sementara itu, Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Muda TNI Rodi Suprasodjo mengatakan pesawat Hercules yang dibutuhkan TNI AU saat ini sebanyak 30 unit. Namun, TNI AU hanya memiliki 21 pesawat Hercules, sehingga masih kurang sembilan pesawat.

    "Kekurangan pesawat Hercules itu akan dipenuhi dari hibah dan membeli. Ke-30 pesawat Hercules akan digunakan untuk pesawat tanki sebanyak dua unit, pesawat VIP dua unit, dan pesawat operasional dua batalyon sebanyak 26 unit," kata Marsekal Muda Rodi.

    Rodi menambahkan,"Tipe yang akan dihibahkan adalah tipe H, diremajakan kembali, dan akan digunakan TNI Angkatan Udara untuk menggantikan tipe B yang sudah sangat tua,".

    Sumber : ANTARA
    Readmore --> Australia Positif Hibahkan Empat Hercules C -130 H Kepada Indonesia

    Monday, January 2, 2012 | 2:14 PM | 0 Comments

    TNI AU Akan Bentuk Lima Skuadron Baru

    Jakarta - Zero Accident yang dicanangkan untuk menuju The First Class Air Force tahun 2011 telah berhasil diwujudkan, demikian dikatakan Komandan Lanud Iswahjudi, Marsekal Pertama TNI M. Syaugi, S.Sos., pada apel khusus di awal tahun 2012 yang diikuti oleh seluruh personel Lanud Iswahjudi dan Insub, dilapangan Dirgantara, Senin (2/1).

    Kasau, Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP., dalam amanat tertulisnya yang dibacakan Danlanud Iwj, pada apel khusus tersebut Kasau mengatakan bahwa, selain dapat tercapainya Zero Accident ditahun 2011 TNI AU juga sukses mengemban tugas OMSP, operasi kemanusian lewat udara didalam maupun diluar negeri.

    Hal tersebut dapat terwujud atas dedikasi, komitmen dan kerja keras yang ditunjukkan oleh seluruh personel TNI AU dalam tahun 2011, untuk menyikapi tahun 2012 Kasau berpesan untuk lebih jeli dalam membaca setiap situasi yang ada sehingga selalu berpikir, memutuskan dan bertindak secara bijak dan tidak kehilangan arah.

    Pada tahun ini pula lanjut Kasau, alutsista yang sudah habis masa pakainya akan diganti dengan alutsista baru. Modernisasi tersebut merupakan awal kebangkitan yang harus disikapi dengan bijak dan benar serta dapat cepat beradaptasi dengan alutsista yang diberikan oleh negara.

    ”Terkait dengan Minimum Essensial Force (MEF) TNI AU telah menrencanakan untuk meningkatkan kekuatan dan pengembangan organisasi berupa pembentukan 5 Skadron Udara, 1 satuan radar, 10 satuan rudal, 2 batalyon Paskhas, 2 Skadron Teknik dan beberapa Sathar”, demikian harap Kasau.

    Kondisi tersebut tentu saja membutuhkan jumlah personel yang cukup besar dengan berbagai keahlian untuk mengawaki organisasi yang dibentuk, sehingga berlakukanlah The Right Man The Right Place dan Merit Sistem secara terarah, terpadu, konsisten dengan kaidah-kaidah yang jelas, sehingga tercipta rasa keadilan yang mampu meningkatkan profesionalisme disetiap lini organisasi.

    Sumber : TNI AU
    Readmore --> TNI AU Akan Bentuk Lima Skuadron Baru

    2012, Menanti Kebangkitan Alutsista Indonesia

    Jakarta - Di penghujung tahun 2011, Kementerian Pertahanan dan perusahaan militer Rusia JSC Rosoboronexport melakukan penandatanganan untuk kelanjutan pengadaan enam pesawat jet tempur Sukhoi, untuk memperkuat satuan tempur TNI Angkatan Udara.

    Pengadaan enam unit pesawat tempur generasi 4,5 itu melengkapi 10 pesawat sejenis yang telah dimiliki Indonesia dengan tipe SU-27SK, SU-27SKM, SU-30MK dan SU-30MK2.

    Beberapa hari sebelumnya, Kementerian Pertahahan juga melakukan penandatanganan kontrak pengadaan tiga kapal selam dengan perusahaan galangan kapal Korea Selatan Daewoo Shipbuilding Marine Enginering (DSME), untuk memperkuat satuan tempur TNI Angkatan Laut.

    Untuk matra darat, Pemerintah Indonesia juga sebelumnya telah mendatangkan enam helikopter Mi-17 V-5 dari Rusia. Pada 2012 bahkan mulai dijajaki sejumlah pembelian kendaraan tempur taktis dari Eropa seperti Main Battle Tank dari Belanda.

    Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang makin membaik, maka alokasi anggaran untuk pertahanan pun lambat laun mengalami peningkatan meski masih relatif kecil dibandingkan negara-negara ASEAN lain dalam hal belanja modal persenjataan.

    Untuk pertama kalinya sejak 1962, anggaran pertahanan pada 2012 menjadi nomor satu, dengan jumlah menjadi Rp64,4 triliun mengalahkan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (Rp 61,2 triliun) dan Kementerian Pendidikan Nasional (Rp 57,8 triliun). Jumlah untuk meningkat dari APBN-Perubahan 2011 yakni Rp47,5 triliun.

    Tak hanya membeli persenjataan baru, Indonesia selama 2011 juga telah menjajaki dan menyepakati sejumlah hibah alat utama sistem senjata yang ditawarkan seperti pesawat tempur F-16 Fighting Falcon. Sedangkan hibah empat unit pesawat angkut C-130 Hercules dari Australia yang tertunda akan dilanjutkan pada awal 2012.

    Wakil Menteri Pertahahan Sjafrie Sjamsoeddin menambahkan target modernisasi militer diprioritaskan pada alutsista yang bergerak seperti kendaraan tempur, pesawat tempur, dan kapal selam beserta persenjataannya.

    Terkait itu, Indonesia tidak saja mendatangkan alat utama sistem senjata dari mancanegara melainkan juga memproduksi sendiri dalam rangka merevitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Tengoklah kapal cepat berpeluru kendali yang kini sedang dikerjakan PT Lundin Industry Invest di Banyuwangi. Kapal berbahan serat karbon itu merupakan kapal Trimaran pertama di dunia yang akan diproduksi Indonesia lengkap dengan kemampuan menghilang dari tangkapan radar lawan.

    Tak hanya itu, PT Pindad pun telah memproduksi ratusan panser Anoa, empat unit panser intai yang di Eropa dikenal sebagai "Sherpa".

    "Kita memang belum memberinya nama," kata Direktur PT Pindad Adik Sudarsono.

    Terdapat pula enam unit panser Mortar 81 mm dan tiga unit panser recovery.

    "Yang jelas jika pengadaannya dari luar, kita mensyaratkan adanya alih teknologi, sehingga suatu ketika nanti putra-putri Indonesia mampu membuat pesawat tempur dan kini yang tengah dijajaki adalah pembuatan kapal selam," kata Sjafrie.

    Sebagian dari beragam kontrak pengadaan alat utama sistem senjata yang telah disepakati akan direalisasikan bertahap mulai 2012 hingga 2014 dan seterusnya. Sehingga militer Indonesia diharapkan benar-benar bangkit, besar, kuat dan profesional.

    Krusial Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto menyebutkan 2012 merupakan masa peralihan yang cukup menentukan dalam keberhasilan mencapai kekuatan pokok minimum (minimum essential forces /MEF) dalam pembangunan kekuatan militer Indonesia.

    "Postur anggaran 2012 memang relatif terasa dampaknya untuk pemeliharaan atau perbaikan dan pengadaan dari dalam negeri. Tapi,kalau untuk pengadaan dari luar negeri belum ada," katanya berpendapat.

    Menurut Andi Widjajanto, anggaran Rp64,4 triliun yang akan dikucurkan pada 2012 menegaskan keseriusan pemerintah untuk membangun alutsista TNI yang andal. Tapi,tetap saja angka itu masih jauh dari cukup untuk bisa mengejar kekuatan pokok minimum yang ditarget hingga 2024.

    Jika kondisi itu terus terjadi tiap tahunnya, Andi yakin MEF tidak akan tercapai sesuai target. Mengacu pada target 2024, maka pada 2012 mestinya tersedia alokasi Rp80 triliun.

    Bahkan, kalau bisa mencapai Rp90 triliun agar pada 2014 (akhir pemerintahan SBY periode kedua) tercapai Rp120 triliun. Jadi, secara perbandingan dengan GDP,pada 2014 tercapai 1,25 persen dan 2012 sebesar satu persen.

    Ia menambahkan alutsista- alutsista tua itu idealnya memang tidak dipakai lagi dan harus diganti dengan yang baru.Apalagi beban perbaikan alutsista yang sudah usang juga cukup berat.

    Namun, kondisi sekarang belum memungkinkan untuk mencapai hal itu.

    "Harusnya jika 10 dibuang, maka yang beli baru lagi 10. Tapi,yang terjadi sekarang adalah 10 dibuang, tapi beli barunya cuma dua, yang enam diperbaiki, empat benar-benar dibuang," tutur Andi. Andi membeberkan usia alutsista yang dipakai TNI sekarang ini banyak yang telah tua, yakni 25-40 tahun.

    Bahkan dia menyebut alutsista yang telanjur uzur dan harus diganti mencapai sekitar separuh dari yang ada. Dengan kondisi tersebut, tingkat kesiapannya rata-rata hanya sekitar 40 persen. Dalam postur RAPBN 2012, Kemenhan seperti yang disampaikan Dirjen Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan Marsda TNI Bonggas S Silaen, dari besaran alokasi sebesar Rp64,4 triliun sekitar 40,1 persennya atau Rp25,84 triliun untuk belanja, yakni alutsista. Sisanya belanja pegawai Rp27,18 triliun (42,2 persen) dan belanja barang Rp11,41 triliun (17,7 persen).

    Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menuturkan, membangun militer tergantung pada dua hal, yakni seberapa besar ancaman yang ada dan bagaimana standar penangkalan yang hendak diciptakan.

    Dua hal itu masih dipengaruhi kondisi keuangan negara.

    "Jadi MEF itu bukan penangkalan yang levelnya rendah,tapi juga bukan yang tinggi," ungkap purnawirawan TNI itu.

    Ia menilai dengan alokasi anggaran yang selama ini dikucurkan, target MEF sulit untuk dicapai sesuai rencana. ?Dengan anggaran Rp60 triliun-65 triliun per tahun, maka pada 2014 kapasitas yang tercapai baru sekitar 28 persen dari yang diinginkan,? ujarnya.

    Posisi Tawar Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie menilai kekuatan militer dapat digunakan sebagai alat tawar dalam memperjuangkan pembangunan perekonomian suatu negara. Ekonomi dan militer pada dasarnya merupakan perhubungan dua variabel yang bersifat timbal-balik.Artinya, jika militer kuat, ekonominya juga akan kuat.

    Bagaimana pun tak bisa dipungkiri secara geopolitik dan geostrategi, Indonesia terletak pada posisi yang strategis dan menentukan dalam tata pergaulan dunia dan kawasan. Dengan potensi ancaman yang tidak ringan serta kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam, bangsa dan negara Indonesia memerlukan kemampuan pertahanan negara yang kuat untuk menjamin tetap tegaknya kedaulatan NKRI.

    Namun, setelah merebaknya krisis, pembangunan kemampuan pertahanan relatif terabaikan sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan pertahanan negara secara keseluruhan. Karena itu dengan kenaikan anggaran pertahahan pada 2012, diharapkan kebangkitan militer Indonesia dapat benar-benar berjalan sehingga Indonesia mampu menghadapi berbagai ancaman baik aktual maupun potensial.

    Sejarah setidaknya mencatat setidaknya dua kali dalam sejarah Republik Indonesia, TNI diperhitungkan sebagai kekuatan bersenjata yang tidak bisa dipermainkan dalam pertahanan dan nyata dampaknya pada posisi tawar politik luar negeri kita.

    Pertama, periode 1960-1962, ketika Presiden Soekarno mendorong Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) untuk bersiap merebut Irian Barat dengan kekuatan militer. Meskipun situasi perekonomian nasional tidak terlalu baik, Bung Karno mengizinkan pembelian persenjataan secara besar-besaran.

    Dalam waktu kurang dari dua tahun, APRI menjelma menjadi kekuatan perang terbesar di bumi bagian selatan, antara lain Angkatan Laut mempunyai 12 kapal selam yang mampu berpatroli hingga ke bibir pantai barat Australia tanpa bisa di deteksi oleh negara itu.

    Sementara itu, Angkatan Udara Republik Indonesia punya dua skuadron pengebom jarak jauh TU-16, yang dengan mudah mencapai seluruh wilayah Asia Tenggara dan Australia, menjatuhkan bom, serta kembali ke pangkalannya dengan selamat.

    Kedua, era 1980-1988. Pada kepemimpinan Jenderal M. Jusuf (1978-1983) dan Jenderal L.B. Moerdani (1983-1988), Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dibangun menjadi institusi militer yang modern dan profesional serta tidak berpolitik. Jenderal Jusuf mengawali programnya dengan cara sederhana: membangkitkan kembali harga diri prajurit dengan meningkatkan kesejahteraan, memperbaiki asrama, serta melatih ulang pasukan yang lama mengalami proses "penghalusan" karena jarang berlatih, persenjataan ketinggalan zaman, dan terabaikan kesejahteraan mereka.

    Pada era berikutnya, Jenderal Moerdani mampu dengan cerdik melihat peluang membeli alat utama sistem senjata yang tidak baru (seperti enam fregat Van Speijk dari Belanda), memperbaiki dan memodernkannya hingga bisa beroperasi penuh lagi. Pada eranya, ABRI juga membeli 10 pesawat tempur F-16 Fighting Falcon.

    Kini dengan Indonesia kembali mencoba memperkuat kembali pertahanannya diharapkan posisi tawar Indonesia di segala bidang baik politik, ekonomi dan budaya dapat pula ditingkatkan.

    Sumber: DEPHAN
    Readmore --> 2012, Menanti Kebangkitan Alutsista Indonesia

    Pengamat : DPR RI Jangan Mempersulit Pengadaan Alutsista TNI

    Jakarta - Sepanjang tahun 2011 media dan masyarakat Kalimantan Barat (Kalbar) hingga di tingkat nasional diriuhkan dengan sengketa perbatasan darat antara Indonesia—Malaysia. Menjelang akhir tahun 2011 (baru-baru ini), dari masyarakat kecil di Kalbar yang tidak pernah menyinggung masalah politik dalam kesehariannya, hingga Menkopolhukam dan DPR RI, semuanya riuh karena munculnya berita di media massa lokal dan nasional, bahwa wilayah Tanjung Datu/Camar Bulan di Kabupaten Samnbas, Kalbar, seluas 1.499 hektar telah dicaplok oleh Malaysia.

    Kontan saja berita itu membangun berbagai persepsi. Ada yang percaya, ada yang tidak percaya, dan ada yang ragu dengan kebenaran berita tentang pencaplokan wilayah Camar Bulan oleh Malaysia. Pihak yang percaya menganggap pengamanan wilayah perbatasan Indonesia—Malaysia lemah. Pihak yang tidak percaya menganggap bahwa berita itu adalah isu politik untuk popularitas dalam Pilkada Gubernur Kalbar 2012. Pihak yang ragu menganggap bahwa bagaimana mungkin terjadi pencaplokan? Waktu Kalbar masih hanya Korem 121/ABW tidak ada pencaplokan wilayah. Tetapi setelah ada Kodam XII/Ptr kok ada pencaplokan wilayah Indonesia oleh Malaysia? Demikian juga dengan isu politik pilkada rasanya terlalu berisiko tinggi.

    Ketiga persepsi itu tidak ada yang pasti benar dan tidak ada yang pasti salah. Namun yang pasti tidak terbantahkan bahwa wilayah perbatasan darat dan laut antara Indonesia—Malaysia masih banyak terdapat sengketa yang dapat memicu konflik tradisonal militer antar kedua Negara Indonesia—Malaysia. Di antaranya adalah sengketa blok ambalat (ambang permukaan laut), daerah-daerah bermasalah yakni D-400, Gunung Raya, Sungai Buan, dan Batu Aum, serta paling menonjol akhir-akhir ini hingga sekarang adalah sengketa Tanjung Datu/Camar Bulan dan Sajingan Besar.

    Mari kita tinggalkan sejenak detail sengketa di atas. Kemudian mari kita perhatikan sejenak tiga dimensi bagi pertahanan negara kita. Dimensi pertama, kita selalu menuntut TNI untuk bekerja dengan hasil maksimal.

    Tetapi DPR RI terperosok dengan isu infiltrasi dari musuh Indonesia bahwa ke depan tidak akan ada perang tradisional militer. Itu sebabnya anggaran pertahanan kita tidak ditingkatkan dengan cepat oleh DPR RI. Dewasa ini alutsista kita berada di bawah standar keperluan minimum. Salah satu contohnya adalah kapal selam kita Manggala dan Cakra. Cakra baru selesai dioverhoul di Korea Selatan. Sekarang gantian dengan Manggala yang dioverhaul. Ditambah lagi kontrak pembuatan 3 (tiga) kapal selam baru dengan Korea Selatan. Tapi jadinya kapan belum tau. Pada hal sebenarnya, kita perlu banyak kapal selam karena kita punya banyak ALKI. Jadi kita memerlukan 8 (delapan) buah kapal selam hybrid (Hybrid Submarine) buatan Jerman.

    Di samping itu kita juga memerlukan banyak kapal cepat rudal (Fast Patrol Boat) panjang antara 50-60 meter dan lebar 10 meter. Kedua jenis alusista Angkatan Laut itu diperlukan untuk mengamankan SDA di laut dan mencegah serta menghancurkan musuh sebelum memasuki wilayah perairan Indonesia. Sekedar informasi perbandingan kapal selam di Asean: Singapura punya 6 kapal selam, Malaysia punya 3 kapal selam dan Indonesia punya 2 kapal selam. Asia Timur: Cina punya 62 kapal selam, Korea Utara punya 63 kapal selam, Jepang punya 16 kapal selam, Korea Selatan punya 12 kapal selam, Taiwan punya 4 kapal selam. Asia Selatan: India punya 16 kapal selam. Australia punya 6 kapal selam.

    Begitu pula dengan Angkatan Udara di Kalbar. Tidak punya radar untuk memantau seluruh wilayah Kalbar karena dari corong Utara jangkauan radar kosong. Di samping itu bermasalah dengan faktor sentral alat komunikasi. Kalau pesawat-pesawat tempur Kalbar mau patroli di Ranai, harus bilang sama Singapura dan Malaysia lebih dahulu, sebab FIR-nya di Singapura. Pada hal FIR itu milik Indonesia. Ironis kan, mau nengok-nengok pekarangan rumah sendiri kok harus bilang sama tetangga lebih dahulu. Kalau tidak bilang dituduh melanggar! Angkatan Darat di Kalbar tidak kalah sulitnya dengan Angkatan Laut dan Angkatan Udara! Pamtasnya sudah digelar. Mobilisasi personil dan alutsistanya sulitnya setengah mati. Mugkin kalau Malaysia bergerak dari pos A ke pos B hanya perlu waktu 2-3 jam sudah sampai. Tetapi Indonesia, mungkin bergerak dari pos A ke pos B perlu waktu 2-3 hari baru sampai sebab jalan paralel belum dibangun.

    Dimensi kedua, pada tahun 2015 kita sudah memasuki Asean Community. Harusnya semua Negara-negara Asean sudah menyelesaikan semua sengekta berbatasan negaranya masing-masing serta telah didaftarkan di PBB. Dimensi ketiga, harus ada pembangunan pilot project wilayah perbatasan berupa kota otonom (kota terpadu) yang ditempatkan di Kalbar, Kaltim, Papua, dan NTT masing-masing 1 buah. Menurut informasi terakhir bahwa akan dimulai di Kaltim, persisnya di Pulau Sebatik serta mempercepat pemekaran Kaltara dan Kapuas Raya sebagai indikator kehadiran peran Negara dalam pelayanan publik di wilayah perbatasan Indonesia—Malaysia.

    Mari kita kembali kepada detail sengketa perbatasan di atas. Sangat tidak adil DPR RI menuntut TNI senantiasa bekerja dengan hasil maksimal sementara alutsistanya dibatasi karena ketidak mampuan anggotanya menganalisis informasi yang bersifat infiltrasi musuh untuk melemehakan pertahanan Indonesia.

    Dengan perkataan lain, jika mau melihat Indonesia menjadi Negara yang tangguh dalam mengamankan SDA dan seluruh wilayah Laut, Darat, dan Udara, serta menjadi Negara juru damai di Dunia, maka bangunlah alutsistanya dengan sembaoyan “militer tangguh rakyat makmur dan berwibawa”.

    Sumber : Pontianak Post
    Readmore --> Pengamat : DPR RI Jangan Mempersulit Pengadaan Alutsista TNI

     

    Pengikut

    Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by ADMIN | Published by MAJU INDONESIA KU
    Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.